Friday, January 4, 2008

Along Went December .07

And so I heard you are working as creative writer, eh? That’s interesting. So tell me, dear lad. How come you failed to write anything? Oh oh ... una momento, please let me restate it to you. You did not update your blog with any new postings on last December, right?

Oh, great. All I need is a little bit of support but hey. Is it too much that I have asked that out of you?

Perhaps it’s because you simply just don’t know, but to tell you the truth, this is the way of me telling you that I care about you. ... Eh, and your so-called creative works of writing.

Well, thanks. I’m so grateful to have you keeping records for me. Now would you please stop bullying me with questions? It’s just feels like accusations.

What?! Accusation? Whoa, wait a minute, young man! You’re not ...

Now hush! I need to concentrate. Hush... shhh...

* * *


Hohum. Baiklah. Aku tahu dan menyadari sepenuhnya bahwa bulan Desember 2007 telah berlalu hampir seminggu. Dan bahwa aku tidak pernah posting satu pun entry baru di Life in The Time of Butterflies selama bulan terakhir tahun kemarin itu. Silahkan menyangka (yep! Sengaja menghindari kata menuduh) diriku adalah seorang pemalas. Atau sudah kehilangan daya kreatif. Tidak apa-apa. I don’t see anything serious about it.
Hmm, hopefully I don’t sounds like a defensive person here.

But anyway, alasan sesungguhnya mengapa nyaris tidak ada postingan apapun selama bulan Desember 2007 adalah karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, sama seperti jutaan pekerja lainnya di kota ini. Bedanya, mereka dikejar target dan deadline. Sedangkan aku, masih bisa bersyukur pekerjaanku tidak dibebani target macam-macam. Only deadlines. And they were enough!

Sejak masuk kerja lagi setelah libur panjang yang berlabel cuti bersama hari raya Idul Fitri, ritme pekerjaan dipacu nyaris tiga kali lipat lebih kencang daripada pada hari kerja biasa. Semua klien seakan-akan berlomba merancang acara dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, atau setidaknya mereka merancang pitching yang prosesnya sudah harus selesai sebelum libur lagi di akhir tahun. Kebayang bagaimana hectic-nya suasana kantorku. Semua orang pulang selalu di atas jam 9 malam.

Yang membuat suasana semakin “rusuh”, at least to me personally, dalam kurun waktu antara awal November hingga akhir Desember 2007 adalah, being the only writer in my office, aku harus riset singkat mengenai sendratari Ramayana yang biasa dipentaskan di Prambanan dalam satu minggu, dilanjutkan dengan sejarah dan makna filosofis fortune cookies dan coklat praline di awal minggu berikutnya, makna dibalik prosesi penanaman dan penyiraman pohon dalam tradisi Jepang menjelang akhir pekan minggu yang sama, dan masih ada tentang gerakan penghijauan dan pencegahan pemanasan global (meskipun tidak ada kaitannya secara langsung dengan Konferensi Iklim yang berlangsung di Bali), proses quality control setiap unit sepeda motor hingga dinyatakan lulus uji dan siap untuk dipasarkan, serta mengenali beberapa symbol yang berkaitan dengan tradisi dan kebudayaan China, untuk minggu-minggu berikutnya. Masih ditambah dengan menuliskan profil singkat yang harus mengandung human interest tentang lima orang pencipta lagu dan 15 orang pejuang masyarakat yang berasal dari seluruh Indonesia.
Dan rasanya tidak perlu ditambahkan, semua topik dan profile hasil riset tersebut di atas harus dituangkan dalam bentuk tulisan (secara kerjaan writer getoh!) yang bersifat harus singkat namun komprehensif, serta mencakup sebanyak mungkin informasi.
Masih ditambah dengan satu kondisi, harus bisa selesai sesuai tenggat waktu yang diminta klien meskipun pada saat yang bersamaan ditugaskan pula keluar kota (dan saat itu kota Yogyakarta dilanda badai tropis), maupun keliling pusat-pusat bisnis di Jakarta dalam rangkaian meeting yang tidak ada habisnya.

Begitu sibuknya, sampai-sampai dalam satu ketika di masa-masa rusuh penuh pekerjaan itu, aku merasa totally fed up dengan pekerjaan dan otakku seperti menolak untuk berpikir kreatif.
Berjam-jam menghabiskan waktu duduk menatap layar monitor yang menampilkan halaman Microsoft Word yang masih bersih belum ada satu huruf pun. Highly critical condition, first degree. In which this condition, in a more or lesser sense, was in-exclusively mine; and I believe also is very much familiar to many writers. So there’s no point for me bragging about it.

But hey, I am here right now. Artinya, thank goodness, krisis tersebut berhasil diatasi dengan lumayan memuaskan pihak-pihak yang terlibat.
Dan semuanya tentunya berkat bantuan pihak-pihak tertentu, mulai dari menyediakan setumpuk berkas profile 20 orang (yang harus disarikan dalam tempo 24 jam) maupun menemani ngobrol-ngobrol tidak jelas a la warung kopi saat otak sudah terasa terlalu panas untuk diajak berpikir cerdas.

Dan tentu saja, itu artinya di awal bulan pertama tahun 2008 ini, aku harus lebih bersemangat lagi dalam menulis. Dan meng-update blog ku ini.
Because now I now I do really need this. To channel my ideas. Or as a mean to reflect my thoughts and feelings.

And perhaps sometimes, as a medium to brag to you dear fellow readers, on how one of my earlier work helped Dian Sastrowardoyo accomplished her very first job as a host for an awarding night.

No comments: