Friday, August 29, 2008

Your Last Goodbye



Somewhere in time we both know,
This is going to be the last time of the last times,
For you.

“No more”, you said,
“This is the end.”

You told us that once you were still not sure,
But I think you would feel just the same,
If you stay here longer,
It just has no point for you to remain here.





“I just don’t want this no more”.
Those were the last words you wrote on the pad you left on your desk.




So long, Adriani.
Wishing you all the best in your new workplace.

Wednesday, August 27, 2008

That Infamous Publicity Stunt ...


... will now always be remembered as the kiss of Judas.
But one burning question remains : who's betraying who?

Tuesday, August 26, 2008

Dear Pumpkin


Dear Pumpkin,
I really gotta know
Please tell me now
Should I stay or should I go?

Pumpkin, if you say
That I am yours
And you are mine
I will be here until the end of time

So Pumpkin, you gotta let me know
Should I stay or should I go?

If I stay you said there’ll be trouble
But if I go the trouble will double

Dear Pumpkin, please stop teasing me
Just come on and let me know
Should I stay or should I go?

Monday, August 25, 2008

A Good Reason to Support Same-Sex Marriage



Quite a smart way in communicating a gay rights movement's message, indeed.

Friday, August 15, 2008

Semantics ..., or Just Gay?


Apabila kita berbicara tentang kepribadian seorang musisi kondang berinisial A.D., bisa jadi sifat yang seringkali mengemuka tentang dirinya adalah: Arogan. Seorang teman, meski tidak pernah bertatap muka secara langsung dengan beliau ini, ternyata memendam rasa tidak suka yang amat sangat hingga mencapai level kebencian mendalam. Memang kalau dirunut satu-persatu, bisa panjang daftar yang seakan membenarkan sifat arogansi seorang A.D. ini.

Rumor has it, A.D. dalam kapasitasnya sebagai pemimpin dua kelompok musik bentukannya, melarang semua anggota kelompok band T.R. maupun Dw. (yang saat ini entah masih dengan angka tertentu atau bukan, sebenarnya sama saja) untuk tampil enerjetik di mana saja dan kapan saja sejak beberapa bulan terakhir ini, misalnya dengan melompat-lompat saat perform.
Alasannya? Karena A.D. sudah membuncit (atau menggembrot, terserah pilih kata mana yang kamu suka), dan penampilan enerjetik akan menguras tenaganya dan terlalu melelahkan baginya (barangkali adalah juga karena keberatan jenggot). Buat yang berbadan besar karena timbunan lemak, tentu paham benar alasan ini.

Namun sejak beberapa waktu lalu, kasak-kusuk lain yang terdengar di kalangan tertentu justru menyoal apakah musisi kondang ini ternyata selama ini memiliki kecenderungan menikmati aktivitas seksual yang di luar dugaan banyak orang.

Sebagaimana kata pepatah: Tidak ada asap tanpa api.

Semuanya bermula dari lirik lagu dengan judul berinisial ”S.B.M. (S.M.A.)” yang ditulisnya untuk si hidung runcing M.J. dan kelompok vokal D.D., yang sekarang jumlah personilnya sama dengan jumlah gigi nenek yang sudah tua dalam lagu ”Burung Kakatua”.
Tidak cukup bagi seorang A.D. untuk menciptakan melodi lagu yang entah karena ”kebetulan yang tidak disengaja” sangat mengingatkan pendengar pada lagu kelompok Pussycat Dolls berjudul ”Dontcha” yang sekitar dua tahun lalu merajai tangga lagu dunia, A.D. bahkan juga secara khusus menuliskan lirik yang sangat kental beraromakan seks.

Dan bukan hanya seks ”yang lazim”, tapi ... anal seks.

Yap! Lirik lagu yang pada awalnya menggiring pendengar untuk menganggap lagu ini hanya becerita tentang sakitnya mengalami pengkhianatan (baca: perselingkuhan) ”biasa”, bila mendengarkannya berulang-kali niscaya akan menemukan ”keanehan” lain, karena liriknya justru terasa kurang marah-marah dan kurang emosional bagi seseorang yang diselingkuhi.

Di sinilah yang menjadi entry point untuk membuat pendengarnya berpikir lebih jauh lagi, bahwa lagu ini sebenarnya memiliki subtext sendiri, yang setelah ditelaah lebih luas, ternyata seakan lebih pas jika dilihat sebagai curahan hati seseorang tentang pengalaman pribadi yang traumatis: perihnya disodomi.

Tulisan ini jelas merupakan interpretasi bebas, dan very debatable jika Anda yang membacanya tidak suka. Tapi setidaknya, apabila Anda memiliki waktu luang lebih banyak, silahkan menilainya sendiri dari klip berikut ini.

Dan sebagaimana yang lazimnya diucapkan oleh para VJ MTV, ”Check this out!”



Sekarang, setelah Anda menyimak lirik lagu dari videoklip di atas dengan bersungguh-sungguh, ngerti banget dong poin apa yang kumaksudkan dengan posting di atas?

Now, do you think A.D. as the song composer is playing with semantics, or he is actually ... just plain gay?

Wednesday, August 13, 2008

Tapi Buka Dulu Topengmu


Lagi malas banget buka account Facebook-ku belakangan ini.
Padahal biasanya setiap pagi pas baru online, salah satu webpage yang langsung diakses selain e-mail, ya situs buku muka itu.

Sebenarnya sih kegiatan rutin pagi-pagi ini dilakukan lebih karena alasan iseng, pengen liat hal-hal baru (catching updates) dari teman-teman.
Seperti pagi ini, pas liat di Newsfeed, ternyata Ilpo went from being ’In Relationship’ into ’Single’, suatu kondisi status yang dulu berasosiasi dengan privasi tapi sekarang mulai merambah ranah publik, yang merupakan salah satu dampak ”Facebook effect”; bahwa Farrel baru saja balik ke Indonesia setelah hampir dua minggu pelesiran di Amerika Selatan; dan bahwa Dia ternyata masih memiliki hubungan dengan salah satu anggota keluarga dinasti Moran. Hmm ..., the latter is new to me.

But anyway, malasnya lebih karena hal lain.
Jadi begini, kebiasaanku kalau baru log in ke account Facebook, adalah membiarkannya tetap terbuka, as in still logged in, sampai nanti memutuskan sudah cukup waktu dihabiskan untuk kerja dan online hari itu, lalu sign out dan mematikan computer. Praktis bisa dikatakan, sepanjang hari selalu online di Facebook, seperti orang tidak punya kegiatan lain yang lebih penting untuk dikerjakan.
Nah, masalah mulai muncul karena belakangan ini, orang ini selalu menyapa lewat chat. Buat yang belum tahu, setiap user Facebook yang terkoneksi sebagai 1st degree friend bisa menyapa temannya seperti layaknya dalam chat, apabila temannya tersebut sedang online atau mengakses account Facebook-nya.
Tidak akan menjadi masalah jika saja orang ini dulunya tidak membuat masalah denganku. In terms of, dia yang mencari gara-gara duluan dengan melakukan perbuatan buruk di belakangku, yang mengakibatkan sampai saat ini aku memutuskan untuk lebih baik tidak berkomunikasi lagi dengan dirinya. Atau kalaupun ada komunikasi, kubatasi sampai seminimal mungkin. Kurang-lebih, hanya saat momen Eid-al-Fitr saja, itupun kalau dia ingat mengirimkan template SMS massal memohon maaf lahir dan bathin secara basa-basi.
Ya iyalah, secara kalau dilakukan tulus, pasti akan lebih personal sifat SMS-nya. Minimal mencantumkan namaku di body text. Tapi mengingat kelakuannya tempo doeloe yang membuat hubungan kami renggang, kelakuan basa-basi ini tidaklah sampai mengherankanku.

Kembali ke maksud dan tujuan semula posting ini, adalah sungguh amat disayangkan bahwa sampai saat ini aku masih belum tahu bagaimana bisa mengaktifkan ”stealth setting” di Facebook chat ini sebagaimana opsi yang ditawarkan Yahoo! Messenger. Jadinya setiap kali aku terlihat online, siapapun yang ada di dalam list teman-temanku pasti akan tahu, termasuk orang ini. Mungkin apabila ada teman-teman yang membaca posting ini bisa membantu dengan informasi, please do let me know ya. Thank you in advance!

Untuk menjawab di muka pertanyaan yang mungkin muncul di dalam benak Anda yang membaca posting ini, perlu kiranya diketahui bahwa aku bukanlah tipe yang men-delete seseorang dari daftar online teman-teman (friendlist) hanya karena kesalahan yang telah dilakukan (oleh pihak manapun).
Dengan bangga bisa kukatakan sambil menepuk dada, “Aku bukan seperti ‘Perempuan Itu yang Tidak Perlu Disebutkan Namanya’”, yang menghapus aku dan beberapa orang lainnya dari daftar online teman-temannya hanya karena kami memergoki bahwa selama ini ‘Perempuan Itu’ gemar membual dan menyebarkan berita tidak benar yang sampai pernah merusak reputasi orang lain (and one of her victim was: Me!). Barangkali saking malunya tertangkap basah, ‘Perempuan Itu’ memilih untuk berpura-pura tidak mengenal kami yang dulu merupakan teman-teman jalannya, hingga sekarang.
Tipe orang seperti ini memang lebih baik dienyahkan saja dari pergaulan, tapi jangan sampai terlupakan, karena penting dalam hidup ini untuk selalu mengingat pengkhianatan, agar lebih berhati-hati lagi dalam berteman.

Dan this person yang lagi bikin aku malas buka account Facebook-ku adalah juga orang yang seperti ‘Perempuan Itu’, melakukan pengkhianatan, dan ketahuan.
Alih-alih meminta maaf atau sekedar mengakui kesalahannya, dia malah berakting seolah-olah never did anything wrong to me.
Terus tiba-tiba saja di awal minggu ini say “Hi!” lagi lewat Facebook chat. Masih ingat tempo doeloe ketika dia yang jelas-jelas sudah mapan dan stabil secara ekonomi, kalau pengen ngobrol denganku selalu SMS minta ditelpon, atau nge-buzz via Y!M. Kasihan sekali dia ... (baca dengan nada penuh sarkasme).

Padahal yang mungkin waktu itu perlu dikasihani adalah aku, yang mau-maunya saja dibodohi, menghabiskan pulsa untuk menelpon dia dan mendengarkan curhatnya.
I was sooo bego saat itu, ha ha! Mungkin memang karena masih muda (masa-masa brondong jaya!), masih terlalu naïf, dan (entah mengapa koq bisa) percaya bahwa ini orang baik kepribadiannya. If only I knew the reality back then, ... pasti itu telpon sudah kututup dengan kasar dan meludah, cuih!

Mudah-mudahan sore ini pas aku mengakses account Facebook-ku, dia tidak sedang online. Jadi aku tidak perlu berbasa-basi untuk merespon sapaannya.
Susah sendiri juga sih sebenarnya, kalau jadi orang yang paling susah untuk berpura-pura di hadapan orang lain, tidak bisa acting basa-basi ga penting gitu ke orang yang dimaksud.
Kalau saja ada yang menjual topeng wajah dengan senyum penuh (kepalsuan) tersungging lebar yang praktis bisa terpasang otomatis di wajah ini anytime I need it, hidup tentu akan lebih mudah. Tidak perlu menjauhi orang yang tidak disukai, blend in aja, berbuat sama seperti orang itu, berpura-pura seperti tidak ada negative things happened.

Sayang sekali, topeng semacam itu barangkali hanya available dengan cara khusus, such as given and emotionally attached to one’s personality at the moment one was born into this world.
Now this is one condition that I am lack of, but never really consider as my loss.

I am a proud Real Personae!




Catatan khusus:
Judul posting ini diinspirasikan oleh lirik lagu Peterpan berjudul "Topeng".

Tuesday, August 12, 2008

This is You & I Now



Sitting here together for the first time in years
I can not understand why
It’s hard to remember how it felt before
How we felt before

Now I found the one that I love
Everything passes more comfortably
Life seems much easier to enjoy
Smiles show up easily

Things are getting right
For us both
This time

After all the obstacles we’ve tried to overcome
It’s good to see you now
With someone else
Loving
If not learning to love
Sharing things together with him
Holding hands while walking
Looking at each others eyes
Deep and meaningful glances exchange
Mutually understanding without changing any single word
Just like what we did back then

Back then we used to think “now” was hardly possible
But “now” all our worries gone untraced
Memories seem like so long ago
Shared sadness feels like non-existent
Time surely kills the pain

Do you remember the white beaches and the splashing waves
And the seagulls screaming above us under the bright cloudless sky?
The dreaming days were gone
Look at how we became
We have changed but we’re still the same

And now we’re hanging out with your new boyfriend
So far from where we have been
To me it’s such a miracle that
You and me are still good friends

After all that we’ve been through
Now, we are cool


Monday, August 11, 2008

The Past-Midnight Caller


Terkadang, entah apa alasannya, Nino bisa bertingkah-laku sangat aneh dan menyebalkan.

Bayangkan saja, apapun dasar logikanya, rasanya tidak bisa membenarkan tindakan Nino yang menelponku hanya untuk menanyakan apakah aku tahu atau pernah mendengar Bright FM dan di mana lokasi kantor stasiun radio berada, … saat waktu masih pukul 2 dini hari!

Padahal saat aku terbangun tergeragap akibat nada dering yang mengagetkan lantas melihat jam di sebelah ranjang dan meraih telpon genggam yang terus berdendang kencang, benakku bertanya-tanya keadaan darurat macam apa yang membuat seseorang menelpon di jam kuntilanak sedang gentayangan mencari mangsa macam ini.
Saat melihat nama si penelepon, aku berpikir sejenak dan otakku berputar cepat, menduga-duga kondisi kritis macam apa yang sedang Nino alami dan apa respon terbaik yang bisa kuberikan di saat-saat semacam ini.

Dugaan kondisi kritis # 1: Nino lagi kegatelan lantas iseng mangkal di Lapangan Banteng. Sialnya, kebetulan malam itu lagi ada razia dan sukseslah dia digaruk Tramtib dan digelandang ke markas Polsek terdekat. Lantas Nino yang tentu saja ga pengen ibunya tahu aib tersebut mencoba menghubungi teman-temannya yang kira-kira bisa membantu mengeluarkan dia dari kantor polisi.
Respon terbaik: Pura-puranya saja aku lagi di rumah saudara di luar kota (Bandung, mungkin?) jadi tidak bisa membantu menjaminkan dirinya keluar dari tahanan.

Dugaan kondisi kritis # 2: Nino lagi kegatelan saat dugem di Stadium terus nemu yang sama gatelnya kaya dia, terus nyangkut deh mereka berdua di kos-kosan teman kencan kilatnya di daerah Karet. Berhubung dia sedang apes dan karena daerah itu memang sering jadi target Operasi Yustisi Polda Metro Jaya, mereka berdua tertangkap basah berduaan tanpa busana di dalam kamar lantas digelandang ke kantor Polsek terdekat. Jadi Nino butuh bantuan seorang teman yang bisa dipercaya untuk menebus dirinya keluar dari kantor polisi.
Respon terbaik: Kalau ada duit cukup buat nebus, ya ditolong (buset dah! kok kaya barang di Perum Pegadaian ya?), kalo tidak ada duit ya terpaksa membiarkan Nino nginap dulu barang sehari di dalam sel. Sekalian biar dapat pelajaran (mahal). Siapa juga yang mau bayar oknum-oknum polisi yang suka memeras itu? Apa mau dikata, kalo begini kondisinya, aku ga mungkin bisa maksa ngebantu dia.

Dugaan kondisi kritis # 3: Nino lagi apes, keluar dugem atau habis entertain klien terus asal naik taksi di pinggir jalan untuk pulang ke rumahnya di Cibubur. Dasar sial, akibat matanya burem kebanyakan minum alkohol jadi sembarangan pilih taksi, eh malah dirampok oleh sopir taksi abal-abal itu beserta komplotannya. Tau sendiri lah kriminalitas dalam taksi makin meresahkan saja belakangan ini, apalagi mengingat penampilan Nino yang blasteran netjis seringkali membuat orang-orang berpikir hidupnya tak pernah berkesusahan. Untungnya (ya, masih ada “untung” juga dalam kondisi apes macam itu), dia tidak dilukai dan handphone-nya tidak diambil. Jadilah dia menelpon teman yang bisa dipercaya untuk menjemput dia di manapun saat itu dia berada.
Respon seharusnya: Harus segera bangkit dari kasur dan bergegas mencarikan pertolongan, tak perduli masih subuh sekalipun. Ini adalah masalah perikemanusiaan yang adil dan beradab.

Dugaan kondisi kritis # 4: Nino horny. Eh, tapi kondisi ini seharusnya tidak ada sangkut-pautnya denganku ya? Lagipula aku juga tak akan mau menemani dia berburu kupu-kupu malam di Hayam Wuruk.
Respon seharusnya: Rasanya tidak perlu dijawab telpon ini.

But anyway, what really happened adalah aku tetap menekan tombol ”Yes”, mendekatkan handset telepon genggam ke telingaku, dan mendengarkan suaranya yang nyaring itu menyapa.

Namun ketika mendengarkan maksud dan tujuan dia sesungguhnya menelpon di malam buta sebagaimana yang telah disebutkan di awal tulisan ini, sempat emosiku meningkat memuncak dan aku nyaris membanting telepon. Tapi niat tersebut kuurungkan. Rugi banget merusak telpon genggam sendiri karena keanehan orang lain.
Tapi memang, sudah gila apa ya dia? Tidak berpikir dulu sebelum menelpon orang lain pada jam 2 pagi. Padahal, istilahnya, aku sudah bersiap untuk mendengarkan hal-hal terburuk darinya.

Siang hari berikutnya sehabis lunch, kepalaku terasa pusing, berat banget. Pasti proposal TV program baru itu salah satu biang keladinya. Bisa bikin trauma apabila bekerja dengan klien yang nyaris tidak memiliki sense of time-contingency plan. Kalau meeting suka berlama-lama, tapi esensinya tidak terlalu dalam dibahas, karena justru lebih terasa seperti ngobrol ngalor-ngidul di warung kopi. Memangnya klien cuma situ seorang?! Hhmmppff ...

Kucoba relax dengan memutar CD kompilasi lagu terbaik Diana Krall. Jadi ingat bulan depan dia akan perform live di sini. Sita sudah memintaku temani dia menonton sejak akhir Juli, dengan iming-iming dibelikan satu lembar tiket. Pasti bukan Diamond Class, but ...
Menarik juga sih tawarannya, tapi aku lebih cenderung memilih untuk tidak menerima tawaran tersebut. Menemani istri orang lain ke acara semacam itu bisa jadi berbuah persoalan di kemudian hari, terlebih lagi bila begitu banyak orang yang mengenal Sita tahu bahwa sang suami yang pengusaha ternama itu jelas-jelas sedang menunaikan tugas di luar negeri. Kalau sampai dipotret berduaan untuk lembar sosialita majalah manapun, bisa jadi perkara.

Berbicara tentang lembar sosialita, jadi ingat Daniel, yang lebih dikenal di antara teman-temannya sebagai The Tatler Darling.
The reason: because he always showed up multiple times in every edition of Tatler magazine.
Terkadang apabila bertemu dirinya dengan segala kesibukan dan kehebohannya yang khas, bisa membuat orang bertanya-tanya tentang profesi dia yang sebenarnya. Atau jangan-jangan dia dibayar Tatler untuk meliput acara-acara sosialita itu ya? Such a possible idea, until one look for his name di antara nama-nama anggota redaksi dan tidak menemukan nama Daniel di situ.

Lucunya, saat Daniel berkenalan dengan William, dia mengaku sebagai eksekutif di salah satu advertising agency terkemuka yang berkantor pusat di salah satu negara Eropa. Mungkin itu salah satu triknya untuk bisa mengakrabkan diri dengan William. Dan mungkin karena terlalu mudah percaya pada itikad baik orang lain, seperti Serena van der Woodsen, William percaya saja pada Daniel, until one day I met Daniel in a meeting and he was the one representing a famous local record label. Membingungkan. Tapi sepertinya bukan urusanku untuk mengkonfrontir Daniel. I don’t really care whether he was telling the truth to William or not. Would rather distance myself with this kind of issue.

Tapi kalau soal urusan telpon-menelpon di jam-jamnya Regular Joes sedang terlelap tidur, nah yang ini jelas aku tidak bisa mengambil sikap acuh. Seenaknya Nino menelponku jam 2 pagi. Harus kubalas! Tapi dengan apa ya? Rasanya setelah dipikir-pikir ulang, better not make a fuss about this one. Biar sajalah, siapatau memang pada saat itu Nino sedang dalam kondisi kebingungan menjurus panik, because I know he needs to find a job that pays well really soon.

Oh, darn! Talking about job that pays handsomely, jadi ingat kalau aku belum mengurus reimbursement transportasi bulan ini. Sekali jalan sih jumlahnya tidak banyak, tapi kalau diakumulasikan satu bulan, bisa setara dengan harga sebuah Zara Men’s bag. Jumlah yang lumayan banget kan.
Awalnya aku tidak terlalu peduli dengan urusan hitung-menghitung ganti ongkos transport ini, simply because I was too lazy collecting all data and receipts and calculate all those numbers, sampai ketika seorang teman yang bekerja sebagai kepala divisi marketing sebuah brand kosmetik premium dari luar negeri beralasan keterlambatannya datang ke acara ngopi-ngopi karena harus mengumpulkan semua tiket parkir, tol dan strook bensin dan mengurus reimbursement-nya ke divisi finance terlebih dahulu.
And this friend actually earns multi-millions more than what I make monthly.

Oh, well. The irony of life.

Friday, August 8, 2008

Memanjat Pinang di Beijing


Bulan Agustus setiap tahun tentunya selalu terasa istimewa bagi begitu banyak orang di Indonesia. Disebut “begitu banyak”, karena memang kita tidak bisa mengklaim SEMUA.
Sebab sebagaimana mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di masa-masa sekolahan dulu menginformasikan bahwa, belum tentu individu yang menjadi penduduk Indonesia adalah warga negara (here enters that kaleng-krupuk-acting-quality of the so-called actor, Miller, and that one-hit-wonder, Maribeth).

Pertanyaannya sekarang, mengapa bulan ke-8 ini disebut istimewa? Apakah karena angka 8 disebut-sebut sebagai angka pembawa keberuntungan, khususnya bagi etnis Tionghoa? Belum tentu juga, meskipun bisa jadi demikian adanya.

Bulan Agustus, seperti yang umumnya diketahui oleh Dear Devoted Readers, adalah bulan di mana lomba panjat pinang menjadi sangat penting. Entah sejak kapan, siapa pencetusnya, dan bagaimana lomba panjat pinang ini bermula, yang jelas sekarang ini memanjat batang pinang yang dilumuri benda-benda licin – biasanya oli – menjadi semacam agenda wajib Agustusan. Tentu saja dalam rangka merayakan hari jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tahun 2008 ini resmi berusia 63 warsa. Masih banyak lomba-lomba lain yang biasanya dikaitkan dengan perayaan kemerdekaan ini, yang penting sifat perlombaan tersebut haruslah meriah dan bisa melibatkan partisipasi sebanyak mungkin orang, tapi rasanya yang paling identik dengan perlombaan tujuhbelasagustusan, ya lomba panjat pinang ini.

Di kampung sekitar kantorku, lomba Agustusan dijadikan justifikasi untuk menutup jalan dan – percaya ga percaya – berjudi. Memanfaatkan jalan umum dengan menutup seluruh aksesnya, karena saking tidak adanya lahan untuk dijadikan venue lomba, dilakukan sebagai solusi bagi pelaksanaan beberapa pertandingan antarwarga masyarakat kampung sini. Jalan umum dijadikan venue berbagai pertandingan, mulai dari venue buat lomba balap karung dan bakiak di pagi hari sampai untuk menggelar meja pingpong di malam hari.
Buat pengguna jalan yang hanya berstatus numpang lewat, misalnya kami para buruh kerah putih yang kantornya kebetulan selama puluhan tahun sudah menempati satu bidang lahan khusus di kampung sini, terpaksa harus berkorban perasaan. Mencari jalan memutar agar mobil dan motor yang dikendarai bisa masuk ke halaman kantor.

Atau dalam kasus khusus seperti diriku yang setia berjalan kaki ke kantor, selama dua tahun lebih sudah memperbabukan diri di pabrik kreativitas ini, terpaksa harus menebalkan kulit sedikit dan menjadi ”bintang tamu yang tak diundang” di tengah kemeriahan acara perlombaan dengan menjadi model sesat (baca: nyasar) sesaat. Rasanya khusus bagian ini, kurasa tidak perlu dijelaskan panjang lebar. Secara ga relevan juga, betul kan?

Nah, berkaitan dengan bidang bisnis yang digeluti, maka jam kerja di kantorku pun agak elastis, sama seperti di kantor kebanyakan pelaku bisnis kreatif lainnya. Pulang jam 6 sore itu terlalu pagi, jam 9 malam itu biasa. Masuk kerja di akhir pekan? Bukan sesuatu yang tidak wajar.
Kendalanya, penduduk kampung sini kebanyakan adalah orang-orang yang kehidupannya normal-normal saja, dalam artian tipe pegawai negeri sipil maupun pekerja semiformal. Saat sinetron Cinta Laura masih ditayangkan atau acara lomba nyanyi amatiran Indosiar baru mengudara, kebanyakan penduduk kampung sini sudah pada nongkrong di depan TV masing-masing. Biasanya setelah selesai nonton TV, baru acara lomba khusus kaum dewasa dimulai. Tentu saja bukan aktivitas seks yang kumaksud di sini, melainkan pertandingan antarwarga berusia dewasa, misalnya, ya pingpong yang sudah disebutkan tadi.
Atau yang khusus diperuntukkan bagi laki-laki dewasa, pertandingan gaple. Entah spirit kemerdekaan apa yang bisa dikaitkan dengan gaple, namun disinyalir pertandingan gaple ini melibatkan pertaruhan uang di dalamnya. Seperti yang pernah diklaim oleh salah seorang rekan, ”Ga seru, jack, kalo ga pake duit!” Ada semacam keseruan dag-dig-dug apabila ada yang dipertaruhkan. Apalagi jika yang dipertaruhkan itu dianggap memiliki nilai strategis yang sangat penting, misalnya reputasi atau nama baik.

Berkaitan dengan reputasi, bagi pemerintah Republik Rakyat Cina, ini adalah sesuatu hal yang tidak bisa ditawar lagi. Pihak manapun yang dianggap bisa dan akan menggunakan momen Olimpiade Beijing 2008 sebagai ajang untuk protes dan menyuarakan pendapat politiknya terhadap posisi super sensitif pemerintah RRC dalam begitu banyak isu: mulai dari pelanggaran HAM, pelaksanaan hukuman mati, hingga yang lebih kekinian lagi, peran Cina dalam konflik Darfur dan penumpasan aksi prodemokrasi di Tibet, tidak akan ditoleransi dan tentunya akan menghadapi resiko berat.
Atau setidaknya khawatir akan terkena resiko tertentu, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh atlet-atlet Jerman, mengingat bahwa International Olympic Committee dalam Pasal 51 pun sudah dengan tegas mengatur tentang hal ini.
Meskipun tidak mengaitkannya dengan Pasal 51 tersebut, Beijing sudah menunjukkan ketegasan sikapnya yang tidak bisa ditawar-tawar lagi hanya dalam hitungan hari sebelum dimulainya Olimpiade Beijing, ketika Joey Cheek, atlet, dicabut visanya hanya beberapa jam sebelum ia bertolak ke Beijing. Meskipun keberadaannya di Beijing bukanlah untuk berkompetisi, karena Cheek adalah atlet speedskating – salah satu cabang pertandingan olimpiade musim dingin – melainkan untuk meningkatkan awareness terhadap isu Darfur, maka pemerintah Cina tidak perlu khawatir citranya akan tercoreng terkait kasus Joey Cheek ini.

Bagaimana dengan posisi atlet-atlet Indonesia sendiri? Tampaknya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari mereka. Atlet-atlet kita tentunya tidak akan mengusik-usik pemerintah RRC terkait isu apapun, mengingat bahwa tekanan untuk membawa pulang medali sudah jauh lebih besar. Harapan ratusan juta penduduk negeri ini mesti ditanggung saat memasuki arena pertandingan untuk berlaga. Pastinya berat sekali beban ini. Untuk itu, dukungan moril dalam bentuk apapun, mudah-mudahan bermanfaat.
Siapa sih yang tidak ingin menyaksikan kembali kejayaan anak bangsa di ajang olahraga paling bergengsi di muka bumi? Siapa yang tidak ingin merasakan lagi kebanggaan yang membubung tinggi saat melihat atlet Indonesia berhasil meraih medali emas Olimpiade?


Aku tidak bisa melupakan ekspresi haru di wajah Susi Susanti ketika ia berhasil meraih medali emas pertama dalam sejarah keikutsertaan Indonesia di ajang Olimpiade. Saat itu, aku yakin, ratusan juta rakyat Indonesia tentunya berbagi rasa bangga yang sama ketika mendengarkan lagu “Indonesia Raya” dikumandangkan di Barcelona.

Semoga saja, di Olimpiade Beijing 2008 yang akan resmi dimulai tepat pukul 8 malam waktu setempat nanti, atlet-atlet Indonesia akan kembali berjaya mendulang medali sekaligus menorehkan prestasi gemilang di cabang olahraga manapun yang mereka ikuti.

Selamat bertanding atlet-atlet Indonesia!

Wednesday, August 6, 2008

Orange Suede Shoes


I once read from a fashion magazine that a man is measured by the shoes he’s wearing.

What if that guy is wearing orange suede shoes with synthetic leather-like brownish sidelines and interlacing red and green stripes on the soles?

“Simply gay,” said William, while supporting a big grin on his oval plumpy face.

Being a gay guy himself, whatever judgement William made, we as his friends need to listen. Though this time I don’t think I’d listen and ‘obey’ his suggestion. Because it was me who wore the shoes described above in our monthly get-together. They were gift. And everyone knows how much I love getting gifts. Haha!




*image above is just an illustration to the article

Tuesday, August 5, 2008

Like a Lion Sleeping


“Seekor Singa Masai tidur hingga 20 jam sehari setelah makan. Begitu juga dengan manusia bila kekenyangan ...”

Inilah klaim yang diajukan gerai penjual makanan cepat saji, McDonald’s, ketika menawarkan menu terbarunya, Gourmet Wrap. Iklannya yang seringkali ditayangkan di berbagai saluran televisi memperlihatkan imej seekor singa jantan – yang entah benar dari spesies Masai-mara atau bukan – sedang berbaring telentang dengan mata setengah terpejam dan ekspresinya seperti sangat menikmati hidup (mirip kucing yang kekenyangan lalu digaruk-garuk perutnya sampai mengeluarkan bunyi dengkuran). Seakan si singa jantan hendak menegaskan pernyataan: ”If you know how, you can always live your life to the fullest!”

Quite a catchy McDonald’s ad, at least for me, because this one is way funnier than the usual ones featuring Ronald McDonald and his peers. But then I found out that not only me, but that masai-mara lion ad also attracted the attention of R.
R told me once, that he has such a peculiar diet. Entah bagaimana caranya, R bisa bertahan hidup dan beraktivitas seharian dengan hanya mengkonsumsi quacker oats dicampur potongan stroberi dan susu skim untuk sarapan pagi, lalu dia makan siang hanya kalau sempat. Atau terkadang menu sarapan paginya itu dikombinasikan dengan energen rasa coklat.
Padahal R kan bekerja di lapangan – and when I say field, I mean it literally, as in dirt road and in the middle of thick jungle – dengan kondisi lingkungan yang cukup keras, yang jelas membutuhkan asupan kalori kelas berat (istilahnya: porsi kuli).

I tried that kind of diet once, and it surely brought me to the brink of starvation. Hahaha … Itulah sebabnya setiap kali R told me that he had quaker oats for breakfast, I was always worried. Cemas kalau-kalau kebutuhan kalorinya tidak bisa tercukupi, mengingat tanggungjawab profesinya yang sedemikian berat.

“You should eat more,” that was what I always told R. Apalagi kalau mengingat badannya yang tinggi besar dan berotot, tidak lucu rasanya to watch him standing in his birthday suit in front of me dengan tubuh kurus tanpa isi.
Kerempeng, mana keren? Demikian klaim salah satu produk susu diet khusus pria. Lagipula, dimana enaknya memeluk seseorang yang kurus kering? Justru terasa tidak nyaman dan agak sakit, karena akan langsung terantuk dengan tulang belulangnya.

Hingga suatu ketika aku mendesak R untuk makan lebih banyak lagi.
”I enjoy chubbs!”, demikian alasanku kala itu.
Saat itulah baru dia mengakui bahwa selama ini quacker oat for breakfast-nya ternyata berlangsung lebih dari satu ronde. Artinya, dia hampir selalu menambah porsinya dari ukuran diet 2000 kalori.
”Amazing!” that’s what I thought. Maksudku, sepertinya sudah cukuplah penderitaan harus sarapan pagi dengan makanan yang rasanya seperti baby-food, bubur lembek tanpa rasa, dan itu dilakukannya hampir setiap hari. Tapi dengan menambah porsinya? Wow?! Kok dia bisa menghabiskannya, ya?

Apalagi meskipun R makan sedemikian banyak, ternyata dia masih bisa mengatur kondisi fisik tubuhnya tetap bagus, tidak seperti diriku yang dalam waktu kurang lebih dua tahun, ”berhasil” menambah berat badan 10 kg. But that’s another story.
Buktinya, masih ada aja yang mengajak R berkenalan. Apalagi kalau dia sedang berenang atau berolahraga di gym. Pasti tergoda oleh penampakan fisiknya R.
Terlebih belum lama ini, sebelum iklan Gourmet Wrap ditayangkan, R dengan isengnya meng-upload fotonya sedang berbaring telentang di atas pasir pantai Sanur, tangan di belakang kepala, senyum merekah, pose terlihat medium close-up. Mirip banget dengan pose singa masai di iklan McDonald’s itu.
Yah, mau dibilang apa? Seperti yang dikatakan oleh William, melihat R sedang beraktivitas seperti melihat gerak-gerik Aslan, kontraksi otot-ototnya terlihat jelas. Bikin those muscle worshippers ileran. Ha! Ha!

Tapi Aslan itu sebenarnya singa dari spesies apa ya? Kalau melihat gambaran bulu-bulunya yang keemasan dan tampak megah, jadi ragu sendiri, jenis Masai-mara bukan?

Sepertinya, ... bukan.

Monday, August 4, 2008

If The Photographs Worth Millions ...




















People and Hello! Magazine was widely reported has paid US $ 14 million in order to secure a deal for publication rights of first exclusive photographs of Vivienne Marcheline & Knox Léon Jolie-Pitt, the fraternal twins of ‘The Hollywood’s Sexiest Couple’, Brad Pitt and Angelina Jolie.

Those photographs later on were published in People’s first week of August 2008 special double edition issue. Looking at these family pictures which were spread in 19 pages, would give you a sense so sweet and ethereal, ones that definitely make you go Oohs and Aahs.

I’m sure you’ve heard all the buzz following these coveted celebrity babies’ photos before I posted this, but it turned out, before agreeing on giving the rights to People and Hello!, the Jolie-Pitt couple also successfully nailed an agreement with those two magazines to no longer refer to Jolie & Pitt as ‘Brangelina’. Nice move.
Or perhaps this was because Angeline never likes her name comes in second after Brad’s.

If only that amount of money paid by People and Hello! was invested in some businesses, or Angelina & Brad just deposited it all in a bank, Vivienne and Knox each would be worth more than what Paris Hilton will get from her inheritance.

But in reality, it was reported that all payment went for charity under Jolie-Pitt Foundation.
Imagine how many students could get free education from primary level until they graduate from college, if only Jolie-Pitt Foundation use that amount for scholarship in the Third World.
Obviously, I don’t know in what field this Foundation works in, but hopefully they really do use that money for helping others. Just like what their spokesperson said.

Friday, August 1, 2008

Surmounting The Blanks, Here Comes The Parodies


Kalau sedang tidak ada entry baru di blog ini dalam waktu yang relatif lama, belum tentu juga berarti kreatifitasku sedang jalan di tempat. Bisa jadi saat-saat tersebut aku sedang tidak ada akses bagus dan suasana kondusif yang mampu membangkitkan mood untuk menulis blog, misalnya ketika sedang berlibur di rumah orangtuaku. Ketika sedang berada di sana, rasanya malas banget buka laptop. Pengennya bermain-main sama anjing-anjing yang begitu banyak, atau makan homemade cooking sebanyak-banyaknya yang memang khusus dipersiapkan Ibuku.

Meskipun pada kenyataannya, dalam banyak kesempatan, memang ketiadaan entry baru di Life in The Time of Butterflies lebih dikarenakan alasan yang pertama kali disebutkan di atas, haha!
Atau ..., nah ini adalah penjustifikasian lain, ketiadaan entry baru merupakan akibat kesibukan yang amat sangat terkait tanggungjawab pekerjaan, yang memang 99,99% melibatkan aktivitas menulis kreatif. Jadi energi untuk berpikir kreatifnya sudah disedot banyak untuk menyelesaikan pekerjaan utama.

Misalnya sebagai contoh adalah naskah berikut. Pengerjaan naskah ini sempat menghantui kesejahteraan liburan akhir pekanku karena harus disubmit first thing on the following Monday morning. Kebayang dong bagaimana bingungnya, karena sejak assignment ini diberikan pada hari Kamis pagi, di Minggu siangnya aku masih blank points – Punkt Punkt Punkt – ga ada ide apapun mau menulis apa.

Tapi memang ide kreatif suka datang seperti maling, atau dalam analogi yang lebih ekstrem, seperti maut. Mendadak pada Senin remang-remang tanah sudah ada gambaran apa yang mau kutulis, dan ketika jemari ini menari di atas tuts keyboard, idenya semakin lama semakin jelas dan, ... voila!

Tidak perlu berkomentar lebih panjang kali lebar kali tinggi di sini, lebih baik Anda baca – dan nilai se-”kreatif” apa – sendiri.

Happy reading!


* * *


Sketsa: Launching Product Canister
Tema: Parodi film Ghost
Durasi: max. 10’ (incl. video produk)


Bcaksound: intro. LeAnn Rymes – "Unchained Melody".

Pria: Wah, sebentar lagi calon mertua ulang tahun nih. Bawa kado apa ya? Hhmm, biar terasa lebih spesial dan bisa merebut hati mertua, kadonya kubikin sendiri saja ah. Kebetulan banget nih, calon mertuaku kan suka kerajinan tangan gitu, jadi aku mau bikinin vas bunga sajalah. Pasti dia makin suka padaku, terus si Demi pacarku itu akan disuruh buru-buru kawin sama aku. Hehehe ... (menggosok-gosok tangan lalu berjalan mendekati meja dengan vas)

Lagu ”Unchained Melody” versi LeAnn Rymes masih terus terdengar di background.

Pria (ambil ancang-ancang): Eh tapi tunggu dulu! Lagunya masih salah nih! (backsound mendadak stop dengan bunyi screeching) Harusnya kan lagunya yang ini nih! Muusik! (cue to ”Unchained Melody” versi The Righteous Brothers, OST ”Ghost”).

Backsound: The Righteous Brothers - "Unchained Melody".

Pria mulai bergerak-gerak jenaka/lebay sedang membentuk vas tanah liat, mengikuti alunan lagu ”Unchained Melody”. Seorang perempuan (mengenakan wig rambut pendek sebahu) muncul on stage dan mendekati pria dari belakang, lalu kedua tangannya ikut memegang vas dengan lembut (benchmark scene film “Ghost”), durasi lagu ± 30”

Pria (menoleh ke belakang): Lho?! (kaget; backsound berhenti) Siapa kamu?! Kamu bukan pacarku, Demi Mor! Kamu kok lebih mirip Dora The Explorer!!

Wanita (logat British a la Cinta Laura): Aduuuh, honey, ini memang aku, pacarmu, Demi Mor. Cuma tadi pas kesini, tiba-tiba di tengah jalan turun hujan, jalan becheck, terus ga ada ojhek. Jadinya aku terpaksa jalan kaki dech. Badanku jadi basah, dan rambutku jadi lephek. (sambil memegang-megang rambutnya) Uugh, bete!

Pria: Wah, kamu kehujanan ya sayang? Aduh kasihan, pasti sekarang kamu kedinginan. Ayo sini, Bang Petrik peluk biar jadi hangat. (sambil mencoba memeluk Demi Mor)

Wanita: Aduuuh, Bang Petrik jangan kecentilan dong ach! Kan bukan muhrimnya. Lagian malu lho, banyak Ibu-ibu di sini ngeliatin kita semua …

Pria (ekspresi malu tersipu-sipu): Oh iya ya, kamu benar juga. Maaf ya Ibu-ibu. Saya lupa kalo Demi Mor ini masih belum jadi istri saya. Sudah ga ku-ku nih, jadi bawaannya pengen ngejoss aja!

Wanita: Eh, ngomong-ngomong, honey, kamyu lagi bikhin apa? Kok kayanya busy busy banget gitchu?

Pria: Iya nih sayang. Aku kan mau coba bikin vas bunga. Ceritanya sih biar jadi kado bikinan sendiri buat Mama kamu pas ulangtahunnya nanti. Siapatau dengan kado spesial dariku ini, Mama kamu jadi luluh hatinya, dan segera merestui hubungan kita. Terus kita bisa cepat-cepat menikah deh.

Wanita: Ooh, honey, kamu itu care banget dech. Tapi, my Mom itu lebih suka yang praktis-praktis ajha. Buktinya, sejak Demi masih kechil, pergi kemana-mana my Mom always bawa Tupperware. Waktu kita holiday ke Jerman buat ketemu keluarga Papa, my Mom juga bawain oleh-oleh rendang yang disimpan dalam wadah Tupperware.

Pria: Ondeh mandeh, Demi. Ternyata kamu keturunan Padang juga ya? Sampai bawa oleh-oleh rendang segala waktu bertandang ke Jerman.

Wanita: Iya dong. Soalnya keluarga Papa di Jerman, meskipun boule-boule, tapi suka makanan spicy khas Indonesia. Demi kasitau ya, kalau disimpan di dalam canister Tupperware, rasa dan aroma rendangnya tetap terjaga lho, meskipun disimpan lumayan lama. Itu sebabnya my family selalu pilih Tupperware. Pokoknya, ogah pindah ke yang lain. No way, dude!

Pria: Pantes saja waktu kemarin ke sini, kamu bawain aku makan malam di dalam canister Tupperware. (berjalan ke meja untuk ambil Canister Baseline) Ini dia, canister Tupperware-nya. Eh, tapi apa ya tipe canister ini? Aku kok lupa.

Wanita: Duh, honey. Kamu kok pelupa banget sich orangnya. Itu namanya Canister Baseline. Selain buat bawain makanan untuk kamu, Canister Baseline ini punya banyak manfaat lho. Kalau kamu, juga Ibu-ibu yang ada di sini mau tahu apa saja kegunaan dan keunggulan Canister Baseline ini, yiuk kita lihat tayangan berikut ini. (cue to penayangan klip video produk Canister Baseline)

Penayangan klip video produk Canister Baseline; durasi to be confirmed.

Pria (sambil applause): Waah, bagus banget ya Canister Baseline ini. Kalau gitu, aku ga jadi bikinin vas bunga buat Mama kamu ah. Aku ganti saja hadiahnya dengan Canister Baseline. Pasti Mama kamu langsung jatuh hati sama hadiah pilihanku ini. Terus Mama kamu langsung setujui deh hubungan kita untuk ke jenjang yang lebih serius lagi. Kita langsung nikah deh!

Wanita (bergaya manja): Naah, gitu dong. My boyfriend harus smart, kaya akyu!

Pria: Eh, tapi ngomong-ngomong. Gaya bicara kamu kok seperti artis sinetron kondang itu sih. Siapa namanya? Cincha-cincha gitu deech …

Wanita (bergaya merajuk): Aach, honey. Kok kamu ngomongnya gitu sich.

Pria (nada membujuk): Hehehe … Maaf deh, sayang. Aku kan cuma becanda. Kamu jauh lebih cantik kok daripada dia. (masuk bridging part instrumental The Changcuters - ”I Love You, Bibeh”; lagu jelang 1’ terakhir) Bahkan waktu lagi cemberut kaya gini, kamu juga tetap cantik lho. Itulah makanya aku cinta kamu, Demi. Pokoknya, I love you, Bibeh deh ... (langsung masuk ”I Love You, Bibeh”; part ± 1’ terakhir dengan lirik repetitive until fade)

Pria dan wanita silam sambil bergandengan tangan.

MC muncul, beri komentar seputar klip video Canister Baseline dan sketsa parodi Ghost. MC announce bahwa Canister Baseline akan menjadi attendance gift bagi seluruh Manager yang hadir malam itu.



* * *


Sketsa: Launching & Canister Baseline + Extra Conference Gift (Cool Cube Baseline)
Tema: Parodi Batman & Robin
Durasi: max. 15’ (incl. video produk)

Intro. Opening Theme serial Batman versi 1960-an.
Batman berlari masuk ke stage lalu ngedance disko jadul mengikuti irama lagu opening theme Batman.


Batman (ketika musik berhenti): Ah, gila juga ya itu si Joker. Malam-malam kaya gini bikin ulah. Padahal gue sudah ada janji dugem sama Catwoman. Jadinya batal deh. Mudah-mudahan aja Catwoman ngerti dan bisa terima jadi nomer dua. Kalo ga, ntar ribut lagi. Apes deh gue! (berjalan menuju meja) Sebelum mulai dinas, ngemil dulu ah, biar ada tenaga buat kejar Joker.


Batman (celingukan di dekat meja): Lho?! ... Lho?! Aneh. Perasaan si Alfred biasanya nyiapin camilan di sini. Sengaja disimpan dalam canister baseline, katanya biar camilanku tetap enak dan tahan lama. Tapi jangankan camilanku, canisternya juga hilang? Ah, Alfred pasti lupa nih. Sudah pikun. Maklum, faktor U. Tapiii … kalau kelaparan kaya gini, gimana bisa nanti ngejar Joker ya? Bete nih!


Insert backsound: Jikustik – "Selamat Malam Dunia".

Robin muncul on stage sambil ngedance. Batman melihat aksi Robin sambil terbengong-bengong.


Batman (buru-buru menghampiri Robin): Astaganaga, Robin! Kenapa lo? (menggoncang-goncang badan Robin) Sadar, nak, sadar!


Robin (berhenti ngedance): Aah, payah lo sob! Gitu aja kok ga’ tau sih? Eh, Batman, ... Si Polan sibuk nyangkul ...


Batman: Apa tuh artinya?


Robin: Jadi Batman kok ga gaul?! Ha! Ha! Ha! ... Eh, sob, gue kan tadi lagi ngedance tuh. You know lah, malam ini kita kan mau party! Woohoo !!


Batman: Ah, reseh lo! Gue kirain tadi itu lo kesurupan. Sudah ah, ga usah ingetin gue lagi soal party-party itu. Bete nih gue, gara-gara ulah Joker, bisa-bisa Catwoman ntar pundung lagi sama gue. Eh, ngomong-ngomong, lo liat canister baseline gue ga? Biasanya sih Alfred letakinnya di sini. Tapi barusan kok ga ada ya?


Robin: Ooh, canister ya? (sambil melangkah menjauh perlahan) Yang warnanya hijau muda gitu ya? Yang ada diisi Alfred keripik jengkol ya? Ehem ... (melangkah mundur hingga jarak dengan Batman ± 2m lalu merogoh tas yang dipegangnya dari tadi) Sori ya sob. Tapi tadi canister lo gue ambil, abis lucu sih. Terus kripik jengkolnya sudah gue habisin tadi waktu nonton kontes nyanyi “Mamalia”. Ini nih canisternya ... (Robin ambil canister baseline dari dalam ransel)


Batman: Apaaa?! Kripik jengkol favorit gue lo abisin? Canister baseline gue juga mau lo embat?! Sini, balikin!!


Robin (menyerahkan canister ke Batman): Aduuuh, sori dori mori deh, sob. Abis canister lo keren-keren semua sih. Gue sampai jadi klepto gitu deh pas ngeliatnya. Pengen punya juga sih ... Tapi, Batman, lo kan sudah punya banyak canister Tupperware. Kalo gue, kan baru mau mulai koleksi. Bagi gue dong, satuuu aja. Ntar abis lo balik nih dinas malam, gue pijitin deh. Mau kan yaaa, pleaaseee ... (Robin mulai memijit pundak Batman)


Batman (nada seperti orang keenakan): Aaah, ya ya, disitu, bener, aaah ... enak! (Batman geliat-geliat, lalu tersadar tiba-tiba lantas bergerak menjauhi Robin) Eh, enak aja ya! Canister yang lo ambil tadi kan sebenarnya ada pasangannya, satu set penuh gitu. (sambil meletakkan canisternya ke meja bersama set baseline lainnya) Jadi kalau satu aja yang ilang, jadi ga lengkap dong koleksi gue!


Robin: Uh, Batman, pelit banget sih lo. Ya sudah, gue ga mau temenin lo kejar Joker malam ini. Biar aja lo ntar minta bantuan sama hansip-hansip sini. Gue mo balik aja deh, pengen nonton ”Mamalia”. (berjalan menjauh)


Batman: Eh, nanti dulu, Robin! Bukan begitu maksud gue. (menghampiri Robin) Gini aja deh, gimana kalau gue minta lo nonton dulu yang satu ini, barengan seluruh Manager Tupperware di sini. Nanti lo bisa ngerti kenapa canister baseline ini begitu spesial buat gue.


Robin: Yawdah. Mana dia yang harus gue tonton?


Batman: Ini nih! (cue to penayangan video canister baseline)


Penayangan klip video Canister Baseline; durasi to be confirmed.


Robin (usai video): Wow! Keren banget nih Canister Baseline!


Batman: Ya iyalah! Masa ya iya dong. Tupperware gitu loooh ... Semua Ibu-ibu di sini juga pasti sudah pada hapal kalau Tupperware itu ga ada saingannya.


Robin: Tapi, sob, teteup aja kan gue cuma bisa ngiler doang, cuma bisa ngeliatin doang. Uh! (merajuk)


Batman: Ga gitu, man! Justru sekarang karena lo udah ngeliat gimana kerennya Canister Baseline tadi, pastinya lo sekarang udah tau dong betapa besarnya manfaat canister ini buat seorang Batman. (sambil berjalan menghampiri meja) Tapi berhubung gue ngerti banget kalau lo juga pengen punya Tupperware, ini nih, gue berikan set Canister Baseline gue. Tapi ingat! Lain kali lo harus beli sendiri ya, kan Catwoman sering tuh bikin party Tupperware di rumahnya.


Robin: Wah! Beneran, sob? Lo beri gue Canister Baseline punya lo? Ini beneran ikhlas kan?


Batman: Udah deh, saking ikhlasnya nih ya, gue juga berikan tambahan Cool Cube Baseline yang imut-imut ini. Biar koleksi Tupperware lo yang pertama komplet plet plet!


Robin: Waah! Tengkyu banget, sob! Lo emang sobat sejati gue deh! Eh, tapi masa sih Ibu-ibu Manager yang ada di sini ga kebagian?


Batman: Nah, ini nih buktinya lo belum kenal sama Tupperware! Malam ini, seluruh hadirin yang ada di sini juga akan mendapatkan Canister Baseline buat ngelengkapin koleksinya, dan ... tentu saja masih ditambah lagi dengan Cool Cube Baseline!


Backsound: intro instrumental The Changcuters – ”Racun Dunia” (atau yang berirama upbeat sejenis)


Robin: Cihuuy! Keren banget! ... Eh, Batman ...?


Batman: Ada apa lagi sih?


Robin: Achmad Dhani perlu dijewer ...


Batman: Hah? Maksudnya??


Robin: ... Yang bisa begini, cuma Tupperware !!


Batman (jeda sesaat): Ha! Ha! Bisa aja lo, sob! Udah ah, yuk kita mulai dinas malam ini. Si Joker pasti udah bertanya-tanya, kenapa kita berdua masih belum keliatan batang hidungnya jam segini ...


Robin: Iya ya. Yuk ah!


Batman dan Robin berjalan berdampingan meninggalkan panggung.


Backsound: ”Racun Dunia” fade out (before Tria’s vocal)
.


End Note from writer:
Corny? You bet! Ha! Ha! But wait until
you read the other two parodies, which
are even cornier. Ha! Ha! Haha! *LOL-ing*