Showing posts with label creative writing. Show all posts
Showing posts with label creative writing. Show all posts

Friday, August 28, 2009

Of Feelings & Things



As I was walking down the nearly empty city streets
Which were wet again because of the heavy rain
When the skies above this city turned into the usual cloudy and grey
The rainwater pooled on the cracks of the pavement faded into dark

I kept walking searching for some place I can call my comfort zone
A simple place I can call my own, and ours
Where time and space will pass us by when we see eye to eye
Where happiness and love are everywhere, surrounding us
Where you will give me the reasons to live,

And to recognize the whole mutual feelings we share and things we have as love.


Tuesday, August 25, 2009

Kebetulan Yang Tak Menyenangkan


Saat semua penonton tercekam oleh kebengisan dan ketidakmanusiawian Esther dalam menghabisi para korbannya dengan sistematis dan penuh presisi, pikiranku justru diliputi oleh kekalutan, karena alam bawah sadarku mengirimkan sinyal-sinyal bahwa aku sesungguhnya tahu jawaban dari misteri di balik sosok gadis kecil yatim piatu tersebut.

Dan betul saja! Ketika terungkap siapa Esther sesungguhnya, hatiku justru melenyos.

Karena plot yang mirip dengan mengandalkan kondisi fisik khusus sang karakter antagonis sebagai trik ”tipuan” sudah pernah kupikirkan sejak beberapa bulan lalu! Bedanya, saat itu aku masih belum menemukan apa istilah kedokteran untuk menjelaskan kondisi fisik khusus tersebut; dan sialnya, kini jawabannya justru kutemukan dalam film Orphan.

Hiks hiks, artinya kerangka cerita thriller yang sempat kukembangkan dalam pikiran dan pernah dipaparkan secara sangat singkat dalam salah satu entry blog-ku, terpaksa disingkirkan jauh-jauh untuk selamanya.

Damn you, Alex Mace!

Monday, August 10, 2009

Why Would I ?



And when you said those parting words
I was so stunned,
Could not believe I have to accept this fate
Felt like someone just pulled the rope of the black bell and it tolled
Loudly, deafening, and then it stopped abruptly
And then the world fell in silence all of the sudden

You made me wanted to take myself away, far from this place
To somewhere else, near or far, anywhere but here
Where there were lights, shone brightly forever
Where darkness only be seen in strange forms of shadows
Where the end is predictable and controllable, and comes only if you wish for it
Where I don’t have this feeling of needing you by my side

Because why would I want you to be here, just to lose you again?

Monday, July 27, 2009

Ada Apa Dengan "Anda" ?


Salah satu aspek paling menarik terkait profesi resmiku, adalah tantangan secara simultan terhadap keluasan wawasan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Memang ada sih beberapa tugas penulisan naskah yang terasa datar dan membosankan karena sudah ada pakemnya dan tidak boleh melenceng sedikitpun dari jalur tersebut, tapi banyak juga yang tidak.

Misalnya pernah ada kejadian dalam satu minggu, aku harus memahami setidaknya tiga hal: latar-belakang munculnya fortune cookies dalam dunia kuliner, segmen kisah ”Hanoman Obong” dalam cerita pewayangan Ramayana, dan perkembangan terkini pasar modal di Indonesia. Dijamin pusing, karena sekian banyak informasi harus bisa ditanam dalam memori otak ditambah lagi dengan keharusan meluangkan waktu untuk survey kilat serta membaca, mengakibatkan waktu tidurku berkurang. Meskipun kalau diingat-ingat sekarang, ada manfaatnya juga perluasan wawasan tersebut; misalnya jadi tidak ada lagi rasa penasaran terhadap fortune cookies yang dijual seharga Rp. 2.500,- / buah di rumah makan favorit teman-temanku di Oakwood Plaza.

Namun peristiwa minggu lalu yang kembali membangkitkan rasa penasaranku adalah ketika ternyata ada pihak-pihak yang tidak menyukai penggunaan kata ganti orang kedua, ”Anda”.
Entah karena alasan apa, klien ini yang adalah salah satu group usaha terbesar di negera kita (Presiden Direkturnya tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia), begitu mengharamkan penggunaan kata ”Anda”. Itulah sebabnya, bukan hanya naskah buatanku yang diubek-ubek diberi catatan revisi sampai titik komanya, tapi tulisan yang tercantum dalam kupon seating arrangement pun dikeluhkan sehingga terpaksalah ratusan kupon itu diganti seluruhnya!
Kejadian yang kurang lebih serupa pernah kualami dua tahun lalu, saat itu sedang bekerjasama dengan dengan sebuah anak perusahaan group besar dan ternama. Bagian Corporate Communication perusahaan tersebut meminta penggantian semua kata ”Anda” menjadi ”Bapak-bapak dan Ibu-ibu”, tanpa merinci alasannya secara spesifik.
Untung saja naskahku ditulis dengan menggunakan program Microsoft Word, sehingga tidak susah dan makan waktu untuk mengeditnya. Yang lebih kasihan, adalah teman-temanku bagian Creative Design yang terpaksa mengganti semua kata ”Anda” yang sudah terlanjur dicetak di atas kupon yang jumlahnya ratusan itu secara manual; lalu mencetaknya ulang.

Memangnya ada apa sih dengan kata ganti “Anda” dan maknanya, yang barangkali belum kuketahui? Apakah nilai dan makna kata tersebut sudah tereduksi sedemikian rupa sehingga menjadi tidak pantas lagi untuk dipergunakan dalam berbahasa di media-media maupun forum-forum resmi? Bingung nih!





Betul sekali !
Artikel ini memang tidak memiliki hubungan apapun dengan ilustrasinya.


Thursday, July 16, 2009

Blocked


write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write write.

i have to start writing because deadline’s approaching but my hands & my mind won't cooperating.




*image was taken without permission from peter, bjorn and john's cover album

Wednesday, December 10, 2008

A Father I Have Known



Up on the mountainous northern part of the mineral-rich and fertile island
There laid this little village inhabited by less than one hundred people
It had neither electrical supply, convenient store nor a gas station
The closest ones were forty minutes ride by car from that little village

The small old wooden houses in that little village were spread on the mountain
Going from one house to another to visit the neighbors need extra physical work
Walking minutes to hours on the dirt roads, because there’s no other way than that

So it was not to anyone’s amazement when the little village was bit by bit left crumbling
Witnessed by its natural inhabitants, the underage kids and the elderly who could say nothing

Just like my father who left the little village even before he turned thirteen
Because he had his own dreams, to build his own better future
Riding in shiny motorcycles and living in a brick house with big glass windows
Instead of sweating and straining his muscles cultivating the rice fields
And struggling with low temperature at nights that freezes your breaths into dews once you exhaled

Because back in the time when the Dutch still colonized those fertile lands
Of the mountainous northern part of the mineral-rich and fertile island
Everyone wants to be like the people in the big cities

Just like my father who saw those big cities
From the thirty-five millimeters celluloid projected on large white fabric functioned as screen
Together with his peers and hundred others on that big grassy field
In the little town thirty minutes ride by car from his own village

That’s what people did back then to have some fun
That’s how my father got his inspirations and dreams for a better future
That’s also where and when he saw my mother for the very first time
That’s also why he left his parents in their old wooden house up on the mountain

Because he had his own dreams and he had fought to make them came true

So here I am now standing
Mere couple of years before turning thirty
And recently realized that
Probably, I was one of his many dreams but
Obviously he never told me that in words

He didn’t have to do it so simply because I already knew

Everytime I came home and hugged him
He hugged me back
The mutual feelings shared without any words being exchanged

I know I have to make it right this time to pay him back and make him proud





Note:
The old photograph posted above was taken from a Singaporean's blog.

Tuesday, December 9, 2008

From Yesterday



I see you coming from Yesterday
Still looking as graceful as I remembered you from your youth
Radiant skin gleaming smiles
And beautiful bangs of hair framed your freckled face

How could I ever forget our first kiss ?
Your lips sweet and wet
But probably it was your perfect lip gloss I tasted

How are you doing now, Darling,
The girl who just arrived from Yesterday ?

Thursday, November 27, 2008

Menikmati M*



Pernah kubaca entah di mana, seseorang yang kulupa entah siapa, mengatakan bahwa menulis blog itu sama saja dengan bermasturbasi dengan pikirannya.

Oops !
Menurut hematku pribadi, pendapat yang diparafrasekan kembali di atas itu lumayan vulgar. Dan terasa tidak pada tempatnya. Bisa jadi – ini berdasarkan kecurigaan tak berdasar semata – karena yang mengeluarkan pendapat itu cuma asal bunyi saja, sekedar cetusan mencari sensasi belaka.
Ibarat kata, biar happening aja gitu.
(Menggunakan idiom ”ibarat kata” barangkali akan membuat sementara pihak menduga kalau aku terinspirasi oleh Dewi Perssik kala dirinya sedang diinterview oleh para wartawan infotainment)

Soalnya, apa perbedaan nyata antara aktivitas menulis blog dengan menulis diary, selain medium yang dipergunakannya ?
Menulis blog jelas-jelas ditujukan untuk konsumsi khalayak – karena kalau tidak, buat apa dipasang di wilayah yang terkategorikan sangat umum karena bisa diakses oleh sejuta umat. Benar demikian, bukan ? Sedangkan menulis diary jelas-jelas termasuk dalam ranah pribadi, karena rasa-rasanya tidak ada yang melakukannya dengan tujuan untuk kemudian sengaja diekspos/dipublikasikan kepada masyarakat luas.
Tapi tak pernah kudengar ada pendapat yang mengatakan kalau rajin menulis diary berarti gemar bermasturbasi (masih “dengan pikirannya”, ingat dong embel-embel yang ini jangan sampai lupa). Padahal kegiatan menulis diary kan cenderung dilakukan kala si penulis sedang sendirian di dalam sebuah ruangan, saat dirinya merasa rileks dan nyaman serta bisa berkonsentrasi penuh pada aktivitas yang ingin dilakukannya. Bedanya apa coba dengan kondisi yang memungkinkan seseorang bermasturbasi ?

Nah, apabila kembali lagi ke premis yang mendasari tulisan ini, yaitu untuk mengomentari pendapat di atas, rasanya jadi agak semakin membingungkan. Bila dikatakan ”target” pembaca blog itulah yang menjadi dasar pembentukan pendapat itu tadi, berarti bisa jadi ”tuduhan” sesungguhnya adalah bahwa penulis blog itu eksibisionis dong. Secara ”masturbasi” dengan tujuan bisa dinikmati oleh orang lain. [*euw*]

Barangkali hanya aku saja yang jadinya berpendapat begini : si pencetus pendapat itu tadi malah terkesan pervert yah. Seperti si kakek cabul di Dragon Ball, yang memiliki kecenderungan (baca: fetish) berbeda dengan mayoritas orang lainnya, tapi malah menganggap kelompok mayoritas lah yang memiliki kekeliruan. Hhhmm ...

Ngomong-ngomong nih, mengapa lebih banyak orang Indonesia yang tidak mengetahui bahwa padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk masturbasi adalah ”merancap” ?
Entah apa akar katanya, dan aku belum sempat mencoba mencari referensi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, apa bentuk kata dasarnya; apakah ’ancap’ atau ’rancap’.

Barangkali ada yang bisa membantu memberikan pencerahan ?

Tuesday, October 28, 2008

His Pair of Angelic Eyes



We were taking a walk along the pond in the park
David and William and Michael and me
It was such a cloudy Sunday afternoon
The leaves on the trees moved and fell with the breezing wind
The birds were busy chirping on the branches of the trees
Yet we still filled the time with our cheerful chatter
When suddenly my gaze struck upon these two people
Standing face to face across the pond away from us

The moment I saw him again,
The one I used to know too well
I couldn’t stop my mind from the memories flowing back
How they hurt just to remember all the good times
Made me wonder whether he felt the same
Will the memories bring back the pain?

And that afternoon I clearly saw him
Holding hands together with this beautiful young girl
And the way he looked at her ...
Boy, it gave me shiver
Because he used to look at me that way

Probably I should walk right up to them and interrupt their conversation
And tell her, “Be careful, girl. It’s a game he likes to play.”

It was Michael who held my arm
Warned me by saying,
“Just don’t. Please.”
While David imbued,
“You have to get him out of your mind.”
And Michael added to it,
“You have to forget everything.”

I knew they had their point
Because once you set eyes upon his pair of angelic eyes
Just one look and you’re hypnotized
You will think you’re in paradise
But one day when you already went deep and it was all too late
You’ll find out for all those times he wears a very good disguise
While his only intention is to take your heart
In the end it’s you who have to pay the price

Still I managed to whisper to the wind
Hoping the breeze will carry it across the pond and drop it to her ear
And right in time she could hear
What I sincerely hope she would never do

“Girl, for whatever reason, just don’t look too deep into his pair of angelic eyes.”

Saturday, October 18, 2008

At The Section of Forgotten Toys



At the section of forgotten toys
There is a lonely plastic doll in the form of a little girl
Standing alone inside its original wrapping
Still smiling even though its box are covered with dust and its colors gradually fading

It has been abandoned for almost all of its shelf life
Nobody wants any business with it but a little crippled girl
Who once visited the big toy store along with other similar looking children
Has only one arm, or one leg, or simply can not walk and has to be pushed away in wheelchairs

The little crippled girl picked the box with the plastic little girl doll standing alone inside
Her face gleamed with happiness and smile
“Hey, little pretty doll, how are you doing today?”
“My name is Molly and from now on, I want you to be my friend.”

But a grown up woman’s hand picked the box up from Molly’s hands
And return the plastic little girl doll to the shelf along with other plastic toys,
“Not this one, Molly. Because you are allowed to have a more beautiful doll than this.”
And ushered the little crippled girl away

The lonely plastic doll can not remember how long it stays on its shelf
Until one day a big hairy hand grabbed its box and throw it into the small steely cart
Where it stuck on the top and piled up with other deformed boxes of toys
And pushed away into the little dark room where the lights are seldom switched on
And there’s no blowing breeze from the air condition
Where the lonely little plastic girl doll remains untouched
For days, months and eventually, years

At the section of forgotten toys
There is a lonely plastic doll in the form of a little girl
Standing alone and yet it keeps smiling
Because it still remembers Molly,
The little crippled girl who hand-picked and kissed her box
And told her that she wanted to be her friend
Before she was ushered away

Sunday, October 5, 2008

Bukan Kekasihku



Hari ini menandai telah 8 bulan kami saling bertemu secara eksklusif. Dan rahasia. Sifat yang disebut terakhir ini paling penting, karena kami memang perlu berupaya keras sedapat mungkin untuk mempertahankan hubungan ini tertutup, hanya diketahui oleh sesedikit mungkin orang.
Dan dari semua jenis orang yang menghirup udara kota ini, subspesies yang paling penting untuk dihindari adalah gerombolan manusia liar dengan tabiat cenderung brutal yang berani menamai diri wartawan infotainment.
“Cis! Berani-beraninya menyebut diri wartawan, padahal mereka tak mengerti apapun tentang kode etik jurnalisme!” demikian desisnya padaku suatu kali, ketika dalam satu kesempatan nyaris terpergok sedang berjalan bersama denganku.
Itulah sebabnya kami sekarang lebih ketat dalam mengatur pertemuan, harus selalu dengan pengaturan-pengaturan khusus. Tidak bisa langsung berjanji bertemu di satu tempat ketika ingin bersua.
Semua karena sosoknya yang terlalu banyak dikenali di kota ini. Padahal ia harus menjaga status sosialnya demi mempertahankan nama baik keluarga yang sudah terkemuka bahkan sejak bangsa ini belum merdeka. Sedangkan aku harus mempertahankan posisiku di perusahaan raksasa ini, yang terlanjur memanjakanku dengan terlalu banyak kenyamanan.
Aku sebenarnya benci bersandiwara, tak pernah kuanggap diriku bisa, tapi demi hubungan kami terjaga, harus kupaksa.
Itulah sebabnya setiap kali mendapatkan undangan untuk menghadiri acara-acara sosialita, harus kubertanya terlebih dulu padanya. Barangkali saja dia akan turut hadir di sana.
Kami sama-sama menyadari, keberadaan kami dalam rentangan jarak yang terlalu dekat bisa jadi berbahaya. Karena kedua tubuh kami bagaikan dua kutub magnet berbeda, yang dengan kekuatan luar biasa akan saling tarik, ingin menyatukan diri bersama. Daripada tertangkap basah sedang bercumbu di sudut-sudut gelap dan tersembunyi yang seringkali susah menemukannya, lebih baik kami saling menghindar, menahan dorongan jasmani.
Itulah sebabnya sekarang kami lebih akrab dengan sudut-sudut tua dan kelam kota ini, yang lebih menjamin reklusifitas bila dibandingkan dengan klab malam manapun di Selatan.
“Sampai kapan sih kita harus begini terus?”, pernah kubertanya saat ia masih dalam pelukanku. Buliran keringat yang tadinya membasahi punggungnya belum kering benar.
“Sampai aku mengatakan, ‘This is it. This is our time.’” sahutnya dengan suara pelan sedikit mendesah.
Aku tahu dia pasti sudah setengah jalan menuju kelelapan tidur. Tak apa, aku suka memeluknya saat ia tidur. Kulitnya lembut dan rambutnya selalu wangi terjaga. Mengantarkanku sendiri kepada nyenyak. Setiap kali usai bercinta dengannya, aku selalu bisa terlelap dengan mudah, dan mendapatkan mimpi indah. Sayang sekali waktu semacam ini tidak pernah bisa kami nikmati lebih lama daripada satu malam dalam setiap pertemuan.
Karena ia harus menjaga status sosialnya, dan aku dengan posisi di perusahaan multinasional itu.
Hidup lebih sering tidak bisa memberikan segala hal yang kamu inginkan.

Tuesday, August 26, 2008

Dear Pumpkin


Dear Pumpkin,
I really gotta know
Please tell me now
Should I stay or should I go?

Pumpkin, if you say
That I am yours
And you are mine
I will be here until the end of time

So Pumpkin, you gotta let me know
Should I stay or should I go?

If I stay you said there’ll be trouble
But if I go the trouble will double

Dear Pumpkin, please stop teasing me
Just come on and let me know
Should I stay or should I go?

Tuesday, August 12, 2008

This is You & I Now



Sitting here together for the first time in years
I can not understand why
It’s hard to remember how it felt before
How we felt before

Now I found the one that I love
Everything passes more comfortably
Life seems much easier to enjoy
Smiles show up easily

Things are getting right
For us both
This time

After all the obstacles we’ve tried to overcome
It’s good to see you now
With someone else
Loving
If not learning to love
Sharing things together with him
Holding hands while walking
Looking at each others eyes
Deep and meaningful glances exchange
Mutually understanding without changing any single word
Just like what we did back then

Back then we used to think “now” was hardly possible
But “now” all our worries gone untraced
Memories seem like so long ago
Shared sadness feels like non-existent
Time surely kills the pain

Do you remember the white beaches and the splashing waves
And the seagulls screaming above us under the bright cloudless sky?
The dreaming days were gone
Look at how we became
We have changed but we’re still the same

And now we’re hanging out with your new boyfriend
So far from where we have been
To me it’s such a miracle that
You and me are still good friends

After all that we’ve been through
Now, we are cool


Friday, August 1, 2008

Surmounting The Blanks, Here Comes The Parodies


Kalau sedang tidak ada entry baru di blog ini dalam waktu yang relatif lama, belum tentu juga berarti kreatifitasku sedang jalan di tempat. Bisa jadi saat-saat tersebut aku sedang tidak ada akses bagus dan suasana kondusif yang mampu membangkitkan mood untuk menulis blog, misalnya ketika sedang berlibur di rumah orangtuaku. Ketika sedang berada di sana, rasanya malas banget buka laptop. Pengennya bermain-main sama anjing-anjing yang begitu banyak, atau makan homemade cooking sebanyak-banyaknya yang memang khusus dipersiapkan Ibuku.

Meskipun pada kenyataannya, dalam banyak kesempatan, memang ketiadaan entry baru di Life in The Time of Butterflies lebih dikarenakan alasan yang pertama kali disebutkan di atas, haha!
Atau ..., nah ini adalah penjustifikasian lain, ketiadaan entry baru merupakan akibat kesibukan yang amat sangat terkait tanggungjawab pekerjaan, yang memang 99,99% melibatkan aktivitas menulis kreatif. Jadi energi untuk berpikir kreatifnya sudah disedot banyak untuk menyelesaikan pekerjaan utama.

Misalnya sebagai contoh adalah naskah berikut. Pengerjaan naskah ini sempat menghantui kesejahteraan liburan akhir pekanku karena harus disubmit first thing on the following Monday morning. Kebayang dong bagaimana bingungnya, karena sejak assignment ini diberikan pada hari Kamis pagi, di Minggu siangnya aku masih blank points – Punkt Punkt Punkt – ga ada ide apapun mau menulis apa.

Tapi memang ide kreatif suka datang seperti maling, atau dalam analogi yang lebih ekstrem, seperti maut. Mendadak pada Senin remang-remang tanah sudah ada gambaran apa yang mau kutulis, dan ketika jemari ini menari di atas tuts keyboard, idenya semakin lama semakin jelas dan, ... voila!

Tidak perlu berkomentar lebih panjang kali lebar kali tinggi di sini, lebih baik Anda baca – dan nilai se-”kreatif” apa – sendiri.

Happy reading!


* * *


Sketsa: Launching Product Canister
Tema: Parodi film Ghost
Durasi: max. 10’ (incl. video produk)


Bcaksound: intro. LeAnn Rymes – "Unchained Melody".

Pria: Wah, sebentar lagi calon mertua ulang tahun nih. Bawa kado apa ya? Hhmm, biar terasa lebih spesial dan bisa merebut hati mertua, kadonya kubikin sendiri saja ah. Kebetulan banget nih, calon mertuaku kan suka kerajinan tangan gitu, jadi aku mau bikinin vas bunga sajalah. Pasti dia makin suka padaku, terus si Demi pacarku itu akan disuruh buru-buru kawin sama aku. Hehehe ... (menggosok-gosok tangan lalu berjalan mendekati meja dengan vas)

Lagu ”Unchained Melody” versi LeAnn Rymes masih terus terdengar di background.

Pria (ambil ancang-ancang): Eh tapi tunggu dulu! Lagunya masih salah nih! (backsound mendadak stop dengan bunyi screeching) Harusnya kan lagunya yang ini nih! Muusik! (cue to ”Unchained Melody” versi The Righteous Brothers, OST ”Ghost”).

Backsound: The Righteous Brothers - "Unchained Melody".

Pria mulai bergerak-gerak jenaka/lebay sedang membentuk vas tanah liat, mengikuti alunan lagu ”Unchained Melody”. Seorang perempuan (mengenakan wig rambut pendek sebahu) muncul on stage dan mendekati pria dari belakang, lalu kedua tangannya ikut memegang vas dengan lembut (benchmark scene film “Ghost”), durasi lagu ± 30”

Pria (menoleh ke belakang): Lho?! (kaget; backsound berhenti) Siapa kamu?! Kamu bukan pacarku, Demi Mor! Kamu kok lebih mirip Dora The Explorer!!

Wanita (logat British a la Cinta Laura): Aduuuh, honey, ini memang aku, pacarmu, Demi Mor. Cuma tadi pas kesini, tiba-tiba di tengah jalan turun hujan, jalan becheck, terus ga ada ojhek. Jadinya aku terpaksa jalan kaki dech. Badanku jadi basah, dan rambutku jadi lephek. (sambil memegang-megang rambutnya) Uugh, bete!

Pria: Wah, kamu kehujanan ya sayang? Aduh kasihan, pasti sekarang kamu kedinginan. Ayo sini, Bang Petrik peluk biar jadi hangat. (sambil mencoba memeluk Demi Mor)

Wanita: Aduuuh, Bang Petrik jangan kecentilan dong ach! Kan bukan muhrimnya. Lagian malu lho, banyak Ibu-ibu di sini ngeliatin kita semua …

Pria (ekspresi malu tersipu-sipu): Oh iya ya, kamu benar juga. Maaf ya Ibu-ibu. Saya lupa kalo Demi Mor ini masih belum jadi istri saya. Sudah ga ku-ku nih, jadi bawaannya pengen ngejoss aja!

Wanita: Eh, ngomong-ngomong, honey, kamyu lagi bikhin apa? Kok kayanya busy busy banget gitchu?

Pria: Iya nih sayang. Aku kan mau coba bikin vas bunga. Ceritanya sih biar jadi kado bikinan sendiri buat Mama kamu pas ulangtahunnya nanti. Siapatau dengan kado spesial dariku ini, Mama kamu jadi luluh hatinya, dan segera merestui hubungan kita. Terus kita bisa cepat-cepat menikah deh.

Wanita: Ooh, honey, kamu itu care banget dech. Tapi, my Mom itu lebih suka yang praktis-praktis ajha. Buktinya, sejak Demi masih kechil, pergi kemana-mana my Mom always bawa Tupperware. Waktu kita holiday ke Jerman buat ketemu keluarga Papa, my Mom juga bawain oleh-oleh rendang yang disimpan dalam wadah Tupperware.

Pria: Ondeh mandeh, Demi. Ternyata kamu keturunan Padang juga ya? Sampai bawa oleh-oleh rendang segala waktu bertandang ke Jerman.

Wanita: Iya dong. Soalnya keluarga Papa di Jerman, meskipun boule-boule, tapi suka makanan spicy khas Indonesia. Demi kasitau ya, kalau disimpan di dalam canister Tupperware, rasa dan aroma rendangnya tetap terjaga lho, meskipun disimpan lumayan lama. Itu sebabnya my family selalu pilih Tupperware. Pokoknya, ogah pindah ke yang lain. No way, dude!

Pria: Pantes saja waktu kemarin ke sini, kamu bawain aku makan malam di dalam canister Tupperware. (berjalan ke meja untuk ambil Canister Baseline) Ini dia, canister Tupperware-nya. Eh, tapi apa ya tipe canister ini? Aku kok lupa.

Wanita: Duh, honey. Kamu kok pelupa banget sich orangnya. Itu namanya Canister Baseline. Selain buat bawain makanan untuk kamu, Canister Baseline ini punya banyak manfaat lho. Kalau kamu, juga Ibu-ibu yang ada di sini mau tahu apa saja kegunaan dan keunggulan Canister Baseline ini, yiuk kita lihat tayangan berikut ini. (cue to penayangan klip video produk Canister Baseline)

Penayangan klip video produk Canister Baseline; durasi to be confirmed.

Pria (sambil applause): Waah, bagus banget ya Canister Baseline ini. Kalau gitu, aku ga jadi bikinin vas bunga buat Mama kamu ah. Aku ganti saja hadiahnya dengan Canister Baseline. Pasti Mama kamu langsung jatuh hati sama hadiah pilihanku ini. Terus Mama kamu langsung setujui deh hubungan kita untuk ke jenjang yang lebih serius lagi. Kita langsung nikah deh!

Wanita (bergaya manja): Naah, gitu dong. My boyfriend harus smart, kaya akyu!

Pria: Eh, tapi ngomong-ngomong. Gaya bicara kamu kok seperti artis sinetron kondang itu sih. Siapa namanya? Cincha-cincha gitu deech …

Wanita (bergaya merajuk): Aach, honey. Kok kamu ngomongnya gitu sich.

Pria (nada membujuk): Hehehe … Maaf deh, sayang. Aku kan cuma becanda. Kamu jauh lebih cantik kok daripada dia. (masuk bridging part instrumental The Changcuters - ”I Love You, Bibeh”; lagu jelang 1’ terakhir) Bahkan waktu lagi cemberut kaya gini, kamu juga tetap cantik lho. Itulah makanya aku cinta kamu, Demi. Pokoknya, I love you, Bibeh deh ... (langsung masuk ”I Love You, Bibeh”; part ± 1’ terakhir dengan lirik repetitive until fade)

Pria dan wanita silam sambil bergandengan tangan.

MC muncul, beri komentar seputar klip video Canister Baseline dan sketsa parodi Ghost. MC announce bahwa Canister Baseline akan menjadi attendance gift bagi seluruh Manager yang hadir malam itu.



* * *


Sketsa: Launching & Canister Baseline + Extra Conference Gift (Cool Cube Baseline)
Tema: Parodi Batman & Robin
Durasi: max. 15’ (incl. video produk)

Intro. Opening Theme serial Batman versi 1960-an.
Batman berlari masuk ke stage lalu ngedance disko jadul mengikuti irama lagu opening theme Batman.


Batman (ketika musik berhenti): Ah, gila juga ya itu si Joker. Malam-malam kaya gini bikin ulah. Padahal gue sudah ada janji dugem sama Catwoman. Jadinya batal deh. Mudah-mudahan aja Catwoman ngerti dan bisa terima jadi nomer dua. Kalo ga, ntar ribut lagi. Apes deh gue! (berjalan menuju meja) Sebelum mulai dinas, ngemil dulu ah, biar ada tenaga buat kejar Joker.


Batman (celingukan di dekat meja): Lho?! ... Lho?! Aneh. Perasaan si Alfred biasanya nyiapin camilan di sini. Sengaja disimpan dalam canister baseline, katanya biar camilanku tetap enak dan tahan lama. Tapi jangankan camilanku, canisternya juga hilang? Ah, Alfred pasti lupa nih. Sudah pikun. Maklum, faktor U. Tapiii … kalau kelaparan kaya gini, gimana bisa nanti ngejar Joker ya? Bete nih!


Insert backsound: Jikustik – "Selamat Malam Dunia".

Robin muncul on stage sambil ngedance. Batman melihat aksi Robin sambil terbengong-bengong.


Batman (buru-buru menghampiri Robin): Astaganaga, Robin! Kenapa lo? (menggoncang-goncang badan Robin) Sadar, nak, sadar!


Robin (berhenti ngedance): Aah, payah lo sob! Gitu aja kok ga’ tau sih? Eh, Batman, ... Si Polan sibuk nyangkul ...


Batman: Apa tuh artinya?


Robin: Jadi Batman kok ga gaul?! Ha! Ha! Ha! ... Eh, sob, gue kan tadi lagi ngedance tuh. You know lah, malam ini kita kan mau party! Woohoo !!


Batman: Ah, reseh lo! Gue kirain tadi itu lo kesurupan. Sudah ah, ga usah ingetin gue lagi soal party-party itu. Bete nih gue, gara-gara ulah Joker, bisa-bisa Catwoman ntar pundung lagi sama gue. Eh, ngomong-ngomong, lo liat canister baseline gue ga? Biasanya sih Alfred letakinnya di sini. Tapi barusan kok ga ada ya?


Robin: Ooh, canister ya? (sambil melangkah menjauh perlahan) Yang warnanya hijau muda gitu ya? Yang ada diisi Alfred keripik jengkol ya? Ehem ... (melangkah mundur hingga jarak dengan Batman ± 2m lalu merogoh tas yang dipegangnya dari tadi) Sori ya sob. Tapi tadi canister lo gue ambil, abis lucu sih. Terus kripik jengkolnya sudah gue habisin tadi waktu nonton kontes nyanyi “Mamalia”. Ini nih canisternya ... (Robin ambil canister baseline dari dalam ransel)


Batman: Apaaa?! Kripik jengkol favorit gue lo abisin? Canister baseline gue juga mau lo embat?! Sini, balikin!!


Robin (menyerahkan canister ke Batman): Aduuuh, sori dori mori deh, sob. Abis canister lo keren-keren semua sih. Gue sampai jadi klepto gitu deh pas ngeliatnya. Pengen punya juga sih ... Tapi, Batman, lo kan sudah punya banyak canister Tupperware. Kalo gue, kan baru mau mulai koleksi. Bagi gue dong, satuuu aja. Ntar abis lo balik nih dinas malam, gue pijitin deh. Mau kan yaaa, pleaaseee ... (Robin mulai memijit pundak Batman)


Batman (nada seperti orang keenakan): Aaah, ya ya, disitu, bener, aaah ... enak! (Batman geliat-geliat, lalu tersadar tiba-tiba lantas bergerak menjauhi Robin) Eh, enak aja ya! Canister yang lo ambil tadi kan sebenarnya ada pasangannya, satu set penuh gitu. (sambil meletakkan canisternya ke meja bersama set baseline lainnya) Jadi kalau satu aja yang ilang, jadi ga lengkap dong koleksi gue!


Robin: Uh, Batman, pelit banget sih lo. Ya sudah, gue ga mau temenin lo kejar Joker malam ini. Biar aja lo ntar minta bantuan sama hansip-hansip sini. Gue mo balik aja deh, pengen nonton ”Mamalia”. (berjalan menjauh)


Batman: Eh, nanti dulu, Robin! Bukan begitu maksud gue. (menghampiri Robin) Gini aja deh, gimana kalau gue minta lo nonton dulu yang satu ini, barengan seluruh Manager Tupperware di sini. Nanti lo bisa ngerti kenapa canister baseline ini begitu spesial buat gue.


Robin: Yawdah. Mana dia yang harus gue tonton?


Batman: Ini nih! (cue to penayangan video canister baseline)


Penayangan klip video Canister Baseline; durasi to be confirmed.


Robin (usai video): Wow! Keren banget nih Canister Baseline!


Batman: Ya iyalah! Masa ya iya dong. Tupperware gitu loooh ... Semua Ibu-ibu di sini juga pasti sudah pada hapal kalau Tupperware itu ga ada saingannya.


Robin: Tapi, sob, teteup aja kan gue cuma bisa ngiler doang, cuma bisa ngeliatin doang. Uh! (merajuk)


Batman: Ga gitu, man! Justru sekarang karena lo udah ngeliat gimana kerennya Canister Baseline tadi, pastinya lo sekarang udah tau dong betapa besarnya manfaat canister ini buat seorang Batman. (sambil berjalan menghampiri meja) Tapi berhubung gue ngerti banget kalau lo juga pengen punya Tupperware, ini nih, gue berikan set Canister Baseline gue. Tapi ingat! Lain kali lo harus beli sendiri ya, kan Catwoman sering tuh bikin party Tupperware di rumahnya.


Robin: Wah! Beneran, sob? Lo beri gue Canister Baseline punya lo? Ini beneran ikhlas kan?


Batman: Udah deh, saking ikhlasnya nih ya, gue juga berikan tambahan Cool Cube Baseline yang imut-imut ini. Biar koleksi Tupperware lo yang pertama komplet plet plet!


Robin: Waah! Tengkyu banget, sob! Lo emang sobat sejati gue deh! Eh, tapi masa sih Ibu-ibu Manager yang ada di sini ga kebagian?


Batman: Nah, ini nih buktinya lo belum kenal sama Tupperware! Malam ini, seluruh hadirin yang ada di sini juga akan mendapatkan Canister Baseline buat ngelengkapin koleksinya, dan ... tentu saja masih ditambah lagi dengan Cool Cube Baseline!


Backsound: intro instrumental The Changcuters – ”Racun Dunia” (atau yang berirama upbeat sejenis)


Robin: Cihuuy! Keren banget! ... Eh, Batman ...?


Batman: Ada apa lagi sih?


Robin: Achmad Dhani perlu dijewer ...


Batman: Hah? Maksudnya??


Robin: ... Yang bisa begini, cuma Tupperware !!


Batman (jeda sesaat): Ha! Ha! Bisa aja lo, sob! Udah ah, yuk kita mulai dinas malam ini. Si Joker pasti udah bertanya-tanya, kenapa kita berdua masih belum keliatan batang hidungnya jam segini ...


Robin: Iya ya. Yuk ah!


Batman dan Robin berjalan berdampingan meninggalkan panggung.


Backsound: ”Racun Dunia” fade out (before Tria’s vocal)
.


End Note from writer:
Corny? You bet! Ha! Ha! But wait until
you read the other two parodies, which
are even cornier. Ha! Ha! Haha! *LOL-ing*

Friday, June 20, 2008

Story Behind The Creation

Couples of years ago, from various sources of international online news services, I read that writing blog is the new trend in IT sphere. It was said that blogging regularly have many advantages. By blogging, you can improve your writing ability (of course!), make more friends, and in more recent cases, even helping out your career!

Well, at least I personally know someone who told me that he landed on his first job in Jakarta with such an unexpected help from his own blog. Even some big companies in U.S. of A. already admitted that blogging improved their brand image and boasted up sales, while at the same time they can get in touch personally with their consumers.
That was why all top executives in those companies go blogging, responding to every comment posted by their customers and people who visited their blog. Even Bill Gates, one of the very richest persons in the world, writes his own blog!

That’s why I started blogging in 2005, using then recently launched blog service from Friendster. Since I thought I have deep passion for creative writing, I didn’t see any damage could be done by posting my writings online. At least, I found a new medium to justify my narcissist-self. Ha! Ha!

Blogging was fun, until later in June of the same year, someone told me that some of my postings has stirred some gossips around The Neighborhood. People started talking, asking questions behind my back.

“Does he …?”
“But I thought …”
“Is he …?”
“That means for all this time he was …”

Even a friend from the buzzing Neighborhood felt some kind of obligation to ask me about the real meaning behind my writings posted on my blog.

“People are talking, you know. About you and what you’ve posted. They asked me whether I could confirm any of them. They’re curious. Because they thought for all this time you and I were into something.” (yeah, right! *rolling eyes*)

“Oh really? That’s good. That’s the reason I blogged. Even though at first I don’t think anyone would ever read them. But you know what? I feel quite happy now you’ve told me that. I mean, my writings are ‘that good’, right? That’s actually my intention posting them online. They were written and posted for one’s reading,” replied I (*compiled answers*). However I thought I just sounded defensive, didn’t I?

Munching the Mexican-style spicy grilled chicken breast, I tried to keep an emotionless face even though my mind was thinking hard. “That means I have to write more, but in a calmer tone. Gosh, I can’t wait!”

But then what was really happened back then was that I spent doing everything I could but write new materials and posted them online. Until one time near midnight when I was hanging around The Neighborhood with Bradley.

“I read your blog,” he said. “And I was wondering, why on earth you could be so open about you and still relax. I mean, you seem don’t have any hesitation revealing everything about you online. Because if I were you, I won’t be able to do things like that. I mean, with all those folks around this Neighborhood. I just won’t feel comfortable after posting things like the ones you wrote.”

He kept talking about me and my blog, trying hard to convince me that I’m that obvious, unlike his discreet personality; but all he said failed to catch my attention. My mind seemed automatically shut itself off of this topic.
“You’re not listening”, he protested. I just laughed, which made him stood and left me.

About a week later, Mr. Talent Guy of The Neighborhood, on a lunch gathering, suddenly asked me about my blog’s content. Since I don’t expect him as someone who’ll read my blog, it was like setting off an alarm to me.

“That’s it. They’re circulating some stories about me among them. Somehow, it makes me feel uneasy. Maybe I should quit writing anything that’ll bring up some issues on me.”

That was why I stopped blogging, and even went further by deleting the whole blog, yanked it off online.

Until Bradley brought it up again. “Why did you stop writing? I thought you enjoyed it. Thought we shared the same passion, that is writing.”

And others, I thought, but hey, that’s another story!

And he surely made me think: “I shouldn’t let anyone stop me from writing. I shouldn’t listen to them, to whatever they said about me. I love writing creatively. If I let anyone ever stand in my way like I did these past months, I won’t be able to enjoy the rest of my life.”

Which led to the creating of Life in The Time of Butterflies. This blog, that is.

Thursday, November 1, 2007

Silly Guy


You know how much I’m in love with you, you silly guy
Anyone can see it, for it becomes too apparent in their eyes

But now I wonder what is it with you, you silly guy
I can feel your heart beating peculiarly fast in this chance meeting

Do you want me to take these all away, you silly guy?
Let’s not be so sure because even though I do it now, still we have it all later in the end

You know too well I’m not an optimistic person, you silly guy
But when I find you here in this place I feel this is where I belong

In the place where we know the bond between us will make us prevail
You and I both, two silly guys