Thursday, November 27, 2008

Menikmati M*



Pernah kubaca entah di mana, seseorang yang kulupa entah siapa, mengatakan bahwa menulis blog itu sama saja dengan bermasturbasi dengan pikirannya.

Oops !
Menurut hematku pribadi, pendapat yang diparafrasekan kembali di atas itu lumayan vulgar. Dan terasa tidak pada tempatnya. Bisa jadi – ini berdasarkan kecurigaan tak berdasar semata – karena yang mengeluarkan pendapat itu cuma asal bunyi saja, sekedar cetusan mencari sensasi belaka.
Ibarat kata, biar happening aja gitu.
(Menggunakan idiom ”ibarat kata” barangkali akan membuat sementara pihak menduga kalau aku terinspirasi oleh Dewi Perssik kala dirinya sedang diinterview oleh para wartawan infotainment)

Soalnya, apa perbedaan nyata antara aktivitas menulis blog dengan menulis diary, selain medium yang dipergunakannya ?
Menulis blog jelas-jelas ditujukan untuk konsumsi khalayak – karena kalau tidak, buat apa dipasang di wilayah yang terkategorikan sangat umum karena bisa diakses oleh sejuta umat. Benar demikian, bukan ? Sedangkan menulis diary jelas-jelas termasuk dalam ranah pribadi, karena rasa-rasanya tidak ada yang melakukannya dengan tujuan untuk kemudian sengaja diekspos/dipublikasikan kepada masyarakat luas.
Tapi tak pernah kudengar ada pendapat yang mengatakan kalau rajin menulis diary berarti gemar bermasturbasi (masih “dengan pikirannya”, ingat dong embel-embel yang ini jangan sampai lupa). Padahal kegiatan menulis diary kan cenderung dilakukan kala si penulis sedang sendirian di dalam sebuah ruangan, saat dirinya merasa rileks dan nyaman serta bisa berkonsentrasi penuh pada aktivitas yang ingin dilakukannya. Bedanya apa coba dengan kondisi yang memungkinkan seseorang bermasturbasi ?

Nah, apabila kembali lagi ke premis yang mendasari tulisan ini, yaitu untuk mengomentari pendapat di atas, rasanya jadi agak semakin membingungkan. Bila dikatakan ”target” pembaca blog itulah yang menjadi dasar pembentukan pendapat itu tadi, berarti bisa jadi ”tuduhan” sesungguhnya adalah bahwa penulis blog itu eksibisionis dong. Secara ”masturbasi” dengan tujuan bisa dinikmati oleh orang lain. [*euw*]

Barangkali hanya aku saja yang jadinya berpendapat begini : si pencetus pendapat itu tadi malah terkesan pervert yah. Seperti si kakek cabul di Dragon Ball, yang memiliki kecenderungan (baca: fetish) berbeda dengan mayoritas orang lainnya, tapi malah menganggap kelompok mayoritas lah yang memiliki kekeliruan. Hhhmm ...

Ngomong-ngomong nih, mengapa lebih banyak orang Indonesia yang tidak mengetahui bahwa padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk masturbasi adalah ”merancap” ?
Entah apa akar katanya, dan aku belum sempat mencoba mencari referensi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, apa bentuk kata dasarnya; apakah ’ancap’ atau ’rancap’.

Barangkali ada yang bisa membantu memberikan pencerahan ?

No comments: