Monday, November 3, 2008

“I Just Wanna Say, ‘You’re Such an Arrogant Biatch!’”


Terkadang sukar rasanya untuk menentukan, apakah pelaku industri kreatif negeri ini terlalu pintar sehingga bisa mendikte pasar, atau mayoritas konsumen di negeri ini yang terlalu sederhana pikiran dan seleranya – untuk tidak mengatakan bodoh dan berselera buruk – sehingga bisa diatur dan dikendalikan oleh para pemilik modal.

Lihat saja kondisinya masa kini (yang sedikit banyak sesungguhnya merupakan warisan masa silam). Tontonan konyol bernama sinetron remaja / keluarga dengan aksesori mata melotot teriakan kencang dan bolak-balik berkenalan antar para tokoh lewat peristiwa ditabrak mobil mewah masih saja menjadi jualan laris dan merajai jam tayang utama di berbagai stasiun televisi. Bioskop semakin dibanjiri film-film dengan ide dan alur cerita yang sepertinya diciptakan sambil menunggu buang air besar di pagi hari (meskipun terkadang tak bisa dipungkiri, inspirasi untuk hal-hal brilliant bagi umat manusia didapatkan ketika melakukan ‘ritual pagi’). Penerbitan buku-buku baru belakangan ini lebih berupa kumpulan curhatan dari blog seseorang ketimbang cerita yang diharapkan lebih bisa mencerahkan dan memperkaya khazanah jiwa seseorang (ini mah, rada beuradth ...!)

Lantas bagaimana dengan industri musik tanah air?
Yang jelas, aku tidak akan memberikan komentar soal pembajakan CD/kaset yang makin susah dikendalikan. Juga tidak tentang fenomena Kangen Band dan gaya bermusik dengan inspirasi irama melayu. Apalagi untuk mengomentari balik komentar seorang juri Indonesian Idol terhormat, yang kebetulan beristrikan seorang diva-yang-bertransformasi-menjadi-dewi (hah?!), yang menilai seorang kontestan Idol jadi layak diragukan kelelakiannya karena menyanyikan lagu masa kini yang menye-menye (secara mayoritas lagu-lagu penyanyi pria masa kini yang ngetop selalu tentang ditinggal kekasih atau jadi korban perselingkuhan ... plus patut diingat, bukankah tempo hari juri ini pernah tampil di hadapan khalayak ramai dengan rambut rebonding a la boyband F4 ??).

Beberapa tahun lalu, ketika Naif merilis lagu “Towal-Towel” yang liriknya hanya terdiri dari kata-kata “towal towel jangan mere-mere”, semua orang menganggap ini adalah satu lagi keunikan band unik asal Bandung ini, dan lagu tersebut dapat diterima dengan cukup baik.




Tapi ketika Potret melakukan come back lewat original soundtrack sebuah film komedi remaja, Chika, dengan lagu berjudul dan berlirik full bahasa Inggris, agak aneh rasanya melihat lagu tersebut bisa ngetop dan diterima mayoritas pendengar dan konsumen musik di Nusantara.
Lagu yang kumaksudkan berjudul “I Just Wanna Say I Love You”. Jika ada yang beralasan liriknya yang full English itu yang membuat lagunya terkenal, well, think again. Dari awal sampai akhir, Melly Goeslaw cuma mengucapkan I Just Wanna Say I Love You dengan bermacam gaya dikali sekian puluh kali until fade. Musiknya pun hanya tang-teng-tong dengan sebaris lirik yang sepertinya paling pantas untuk program indoktrinasi cuci otak di kamp konsentrasi para Hippie.
Aku benar-benar bingung dibuatnya. Apa karena Melly bersama group Potret sebegitu pintarnya membaca selera pasar sehingga bisa menghasilkan lagu sedemikian norak tapi bisa ngetop habis-habisan, atau karena konsumen negeri ini cara berpikirnya ’terlalu sederhana’ ya?

Awalnya kupikir arogan sekali Melly Goeslaw dengan lagunya yang berlirik sederhana itu, tapi ternyata aku keliru. Tidak lama setelah itu, muncullah videoklip terbaru dari group musik Dewa 19 yang punya judul eksotis nan fantastis, ”Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia”.
Pada awalnya ketika membaca judul lagu tersebut dalam template tayangan, aku berpikir, dan bisa jadi banyak banget orang lainnya juga berpikiran serupa, bahwa lewat lagu ini Ahmad Dhani wants to pay tribute to Mulan Jameela. Ternyata di kemudian hari dalam salah satu wawancara, kata Dhani lagu ini dipersembahkan bagi perempuan-perempuan negeri ini yang terkenal cantik luar dalam.
Bukan soal 'tribute to ...' -nya yang menarik untuk dikupas, melainkan justru latar-belakang / background dari videoklip ini yang terlihat seperti bendera Merah-Putih tapi ditempeli (dijahit) dengan logo bintangnya Dewa (atau Republik Cinta, aku kurang jelas tapi pokoknya bintang segi delapannya itulah).
Please do correct me if I'm wrong, tapi bukankah tindakan itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan desakralisasi dan pelecehan terhadap lambang negara ya? Kenapa juga koq bisa ga ada satu manusia pun di negeri ini yang berkomentar dan protes ya? Bisa jadi besok-besok Dhani akan pasang logo mirip Burung Garuda yang dikreasikan dikit terus ditempel di depan selangkangannya, lalu di-shooting close-up untuk videoklip dari sebuah lagu ciptaannya yang berjudul ”Burung Paling Gagah Perkasa di Negeriku Indonesia”.

Ya ampun, Ahmad Dhani. Dirimu itu memang "luar biasa" dan ada-ada saja, sibuk cari-cari sensasi atas nama kreatifitas. Pantas saja engkau tak menolak ketika sebuah majalah lifestyle lisensi asing terbitan lokal menggelarimu sebagai Makhluk Tuhan Paling Arogan.

Simply because YOU ARE.

No comments: