Saturday, November 22, 2008

"Muslimah" yang Tidak Islami



Penghentian penayangan program “Empat Mata” di Trans 7 setelah menayangkan episode kontroversial yang menampilkan aksi Sumanto memakan kodok hidup-hidup barangkali memenuhi asas keadilan mayoritas pemirsa televisi negeri ini. Aku sendiri kebetulan tidak menyaksikannya, karena memang jarang menonton televisi. Namun setelah mendengarkan deskripsi dari seorang rekan betapa vulgarnya gambar-gambar yang dipancarteruskan oleh Trans 7, terus terang aku sendiri jadi sangat mengerti dan memahami serta menyetujui dihenti-tayangkannya “Empat Mata” sampai waktu yang belum ditentukan.

Peristiwa ini lantas mengingatkanku pada satu kejadian yang sangat mengganggu pikiran dan nurani, terkait penayangan sebuah sinetron religi. Kalau misalnya kita berbicara betapa buruknya kualitas mayoritas sinetron Indonesia, sudahlah, pasti akan menjadi obrolan panjang kali lebar tanpa ujung. Namun khusus untuk satu ini, aku sungguh berharap Komisi Penyiaran Indonesia memperhatikan dengan sangat serius serta memberikan peringatan keras kepada rumah produksi yang memproduksi, serta Indosiar sebagai stasiun televisi yang menayangkan sinetron berjudul “Muslimah” (tayang setiap hari antara jam 18.00 s.d. 19.00 WIB).

Bayangkan saja, dalam salah satu episode-nya yang tayang pada tanggal 28 Oktober 2008, sungguh membuat aku bertanya-tanya dan tidak habis pikir, sesungguhnya apa yang ada di dalam kepala si penulis cerita, sutradara, para aktor dan aktris hingga produser sinetron “Muslimah”, karena bisa-bisanya menghasilkan suatu tayangan sebusuk ini.

Kebetulan pada saat itu aku hanya menonton satu segmen – yang kurang lebih berdurasi 8-10 menit, tapi dari hanya satu segmen itu sudah berhasil membuatku jijik dan mual habis-habisan. Sekedar informasi, episode yang tayang tanggal 28 Oktober tersebut merupakan satu-satunya episode “Muslimah” yang kusaksikan.

Bayangkan saja, dalam satu segmen tersebut, pertama kali yang kulihat adalah seorang perempuan (yang sepertinya tokoh antagonis) sedang mengintai si tokoh protagonist (Titi Kamal dengan peran bernama Muslimah, the titular character), yang sepertinya sedang dirawat inap dalam sebuah kamar di rumah sakit. Kebetulan sekali saat itu lewatlah seorang perempuan petugas cleaning service yang memergoki si tokoh antagonis. Dasar sial, si perempuan petugas cleaning service dipukul kepalanya sampai tak sadarkan diri oleh si tokoh antagonis, lalu baju seragamnya dicopot untuk dipakai si tokoh antagonis menyamar. Ini artinya, si perempuan petugas cleaning service dibiarkan terbaring hanya mengenakan pakaian dalam.
Adegan berikutnya berganti dengan memperlihatkan dua orang cewek yang terlibat dalam cekcok mulut yang begitu intens, lalu salah satu cewek itu menampar cewek lainnya, yang dibalas dengan tonjokan di wajah cewek pertama, tapi perkelahian mereka tak berlanjut karena terdengar bunyi bel pintu.
Adegan selanjutnya berganti lagi menjadi sebuah ruangan lain. Seroang perempuan dengan emosi mengambil seorang bayi dari dalam boks tempat tidurnya, lantas berteriak-teriak keras dengan mata melotot-lotot tajam ke si bayi, membuat si bayi menangis dengan keras.
Berikutnya adegan kembali ke awal segmen, ketika si perempuan antagonis yang sudah menyamar sebagai petugas cleaning service sudah berada di dalam kamar dan sedang berusaha menikamkan pisau dapur panjang ke tubuh Muslimah untuk membunuhnya, sambil menjambaknya keras hingga jilbab Muslimah copot.

Persis di adegan tersebut, aku berhenti menonton. Tak sanggup rasanya.

Benar-benar gila !! Ini sih tindakan pembodohan tingkat luar biasa yang dilakukan secara sadar dan sengaja, yang entah mengapa bisa dipancarteruskan dengan leluasa, bahkan menempati jam tayang utama, ketika anak-anak masih bisa bebas menyaksikannya !!

Yang membuat aku betul-betul sedih, adalah karena sinetron “Muslimah” ini, yang memang awal produksinya untuk menyambut bulan Ramadhan tempo hari, ‘menjual’ semua kekerasan dan ketidakmanusiawian itu dalam bungkusan agama Islam. Padahal masih ada begitu banyak jalan lain yang lebih cantik dan santun untuk menyiarkan pesan-pesan agama, tanpa perlu menampilkan adegan-adegan kekerasan secara eksesif seperti yang kudeskripsikan di atas. Andaikan aku seorang Muslim, pastinya tak bisa kuterima agama yang kupercayai ditampilkan dengan cara demikian, dan dikait-kaitkan dengan tindakan kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.

Satu harapanku kepada teman-teman yang membaca tulisan ini, khususnya apabila teman-teman sudah memiliki anak, agak menjaga betul anak-anak Anda. Sedapat mungkin, jauhkan dari berbagai tayangan televisi, terutama dari sinetron kita yang aku yakin, minimal 90 % -nya mengandung content yang tidak akan memberikan manfaat apapun bagi pemirsa.

Sayangi keluarga Anda, lindungi anak-anak Anda, boikot tayangan-tayangan tidak bermoral di televisi kita.



No comments: