Wednesday, February 27, 2008

Thank You for Being There

Adalah sebuah kebiasaan (atau barangkali lebih tepatnya, tradisi?) bagi kami para mahasiswa di kampus ini (dan barangkali juga, di seluruh jurusan lain di universitas ini, tapi untuk yang ini aku tidak terlalu yakin) untuk mencantumkan ‘Ucapan Terimakasih’ yang panjang lebar dan berbunga-bunga dalam cetakan draft final skripsinya.

Alasannya barangkali adalah karena kebanyakan mahasiswa ini berpikir, bahwa skripsi yang (bisa jadi ya, bisa juga tidak) disusun dengan keringat darah dan banjir air mata ini adalah “langkah terakhir” dalam kehidupan akademisnya. Tidak akan lagi dirinya menulis laporan ilmiah dalam tingkatan lebih tinggi daripada skripsi. Dalam artian, S-1 akan menjadi jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diselesaikannya.

Setidaknya, pendapat tersebut di atas hingga saat ini masih berlaku atasku, dan hal itulah yang ada di dalam benakku dan beberapa teman yang tergabung dalam kelompok belajar yang sama (Ha! Ha! You are not mistaken, di kampus aku tergabung dalam dua kelompok belajar yang berbeda. Can you believe that?! I was that diligent back then), yang seusai dinyatakan lulus dalam sidang sarjana, seakan-akan berlomba-lomba menuliskan ‘Ucapan Terimakasih’ yang paling komplet dan komprehensif.

Rasanya konyol kalau diingat-ingat lagi sekarang, but surely back then, kayanya gimanaaa gitu kalau teman-teman dekat dan lumayan dekat dengan kita menunjukkan rasa terimakasihnya (atas sumbangsih kita terhadap upaya-upayanya untuk lulus) secara eksplisit, hitam di atas putih. Bahkan beberapa orang teman secara terang-terangan menunjukkan kegembiraannya bila ada teman lain yang menuliskan namanya di dalam daftar ucapan terimakasih, dan kekecewaannya – meskipun tetap dengan nada bercanda – ketika namanya terlewatkan oleh teman tersebut.

How about me?
Sebagai alumnus dengan urutan kelulusan 52, dicantumkannya namaku dalam setidaknya 30 “Ucapan Terimakasih” teman-teman yang telah mendahuluiku lulus dari jurusan ini tentu menggembirakan dan memotivasiku yang sempat menghadapi kendala serius saat-saat merancang isi bab II sampai bab Kesimpulan.

Anyway, singkat cerita, akhirnya aku dinyatakan lulus juga (meski kalau diingat-ingat lagi, masih menyimpan sekelumit dendam dan sakit hati kepada salah satu dosen penguji yang sok idealis dan cuma memberikan nilai B karena menganggap aku ga tahu apa-apa soal metode penelitian ilmiah, but turned out to be bisanya cuma omong doang: keep on day-dreaming, pak! lo pantes banget jadi pembual besar ...).

Nah, in the course of events that followed sidang sarjanaku membuatku jadi merasa agak special case nih. Soalnya, di saat minggu yang sama ketika diadakannya ujian sidang kelulusan S-1 itu, aku diterima bekerja di salah satu broadcast TV station di Jakarta.
Dan itu artinya aku harus pindah ke ibukota secepatnya. Harus bergerak cepat.

Dan karena memang pada dasarnya aku paling malas terlibat dengan urusan birokrasi a la instansi pemerintah, jadilah demi mendukung kelancaran memulai my first professional-institutional job itu, jadilah aku menempuh jalur khusus. If you’re an Indonesian, you don’t have to ask what does that italic phrase mean. Ha! Ha!

Anyway, jalur khusus semacam ini membuatku tidak perlu repot submit draft cetakan skripsi sebagaimana yang lazim dilakukan oleh semua mahasiswa yang lulus sebelum dan sesudahku. Tapi itu juga artinya, ada hal yang belum terselesaikan, hingga kini.

Yap! Betul sekali! Aku jadinya ga pernah dapat kesempatan untuk menuliskan “Ucapan Terimakasih”-ku sendiri. Beda ceritanya kalau misalnya aku seorang artis rekaman atau penulis buku, tentu ada kesempatan besar untuk setidaknya menyelipkan beberapa nama dalam daftar acknowledgement. But it turned out, kerjaanku sekarang ini kerjaanku ‘hanyalah’ sebagai seorang penulis skrip. Itupun skrip yang made by order.

Padahal waktu masih dalam tahapan menulis Bab I. Pendahuluan untuk skripsiku, draft awal “Ucapan Terimakasih”-ku sudah mulai ditulis berbarengan, dan terus mengalami revisi. Namun apa lacur, hingga detik ini tak ada seorang pun yang pernah membacanya selain aku.
Boleh percaya boleh juga tidak, tapi beberapa kali aku sempat-sempatnya sampai bermimpi soal ini.
Barangkali karena “Ucapan Terimakasih” ini merupakan bagian yang belum terselesaikan dalam hidupku, dan jadi memori yang mendekam menggelayuti lubuk memori terdalam.

And now, without further a due, I present you for the very first time available for public eyes, my Acknowledgement and Thank You’s note to the people who mattered to me most when I graduated from university.

Happy reading and hopefully you’ll be happy to find your name written below.





UCAPAN TERIMAKASIH


A moment in time is all that's given you and me
A moment in time, and it's something you should seize
So I won't make the mistake of letting go
Everyday you're here I'm gonna let you know

Cause every moment we share together
Is even better than the moment before
If every day was as good as today was
Then I can't wait till tomorrow comes

(Westlife, Moments)


* * *

Kenangan akan tetap tertinggal, biar berpisah sejauh apapun ...
Kalau dia memang penting, kalau memang mencintai dia...
Asal perasaan itu masih ada, pasti tidak akan lupa, sekalipun tidak pernah bertemu lagi ...
Tak akan merasa kesepian, dan bisa menghadapi dunia baru ...

(Motohiro Katou, Quod Erat Demonstrandum 6)


* * *

... no heart has ever suffered when it goes in search of its dreams,
because every second of the search is a second’s encounter with God and with eternity.

(Paulo Coelho, The Alchemist)

* * *


"It was the best of times, it was the worst of times ... it was the spring of hope, it was the winter of despair, we had everything before us ..." (Charles Dickens, A Tale of Two Cities).

Telah begitu banyak warna kehidupan kulalui selama hampir enam tahun kehidupanku di kota ini, bersama orang-orang yang tidak pernah kuduga akan meninggalkan jejak langkah dalam kehidupan ini. Untuk itu kupersembahkan cinta dan rasa terimakasihku yang tidak terhingga pada kalian semua.

Reah Lou, thank you for always be there for me and always support me whenever and wherever. I really wish that we could be friends, forever and for always. “...You spread hope and set my spirit rise, you made me see the wonder in my life, you talked about love and hold me close, you showed me that it’s our heart that matters most” (adapted with alteration from It’s the Heart that Matters Most).

Kak Mona, Kak Friska, dan khususnya Kak Sari, yang telah mengingatkanku bahwa di dalam Tuhan ada kekuatan.

Santi H., Maria A., Anne C., Yoesfiena H., Siti P., dan Samuel S. ... saat-saat kita menjadi “S Club 7” begitu menyenangkan. Meskipun harus berakhir sesingkat usia the real S Club 7, semua kenangan itu akan selalu bersamaku : “Never had a dream come true, until the day that I find you ... And I know no matter where life takes me to, a part of me will always be with you” (S Club 7, Never Had a Dream Come True).

Marc Miguel Morales dan Sergio Vicente, when duo loco Latinos become one Chinese ... LOL ! ;-D ... Thanks for always encouraging me to break the records and give warm – sometimes even hot – appreciations!

Kepada para sahabat yang pernah menemaniku melalui puluhan purnama dan ratusan hari serta malam-malam panjang penuh perjuangan, “may the sweeteset memories and the colorful experiences remain hoy y por siempre” : ‘Chika’ Fransisca, Florentina, Renee “Don’t let yourself go, cause everybody cries, ...everybody hurts sometimes, so hold on ...” (R.E.M., Everybody Hurts), best-buddy Arief who’s been there from my very first day in campus, my freshman year travel-mate Cristine dan Theresia, friends who shared my first nights in Jatinangor : Pantas dan Edward, Ichsan, Wishnu B., Ade R., Dian DP, Indah, Isnen, Mirna A., Fia, Leonard, Sony, Edwin, Bany (we’re both so Ally-dicted!), Eka, Fitri (an affair I’ll always remember J), Marini, Dian E., Henny R., ‘Yayu’, Julie R., Nidya (need ya’!), “The Teuing”-ers Ciseke: Ira, Livi, Nova, Ebit, dan “The Bordillo”-s Cikutra yang menjadi kost kedua: Syarifah, Anna, Henny, Rezki, June, Syufra, Ira, ... “ingatkanku semua, wahai sahabat, kita untuk s’lamanya, kita percaya; kita tebarkan arah dan tak pernah lelah, ingatkanku semua, wahai sahabat” (Peterpan, Sahabat).
Kelompok LKMM XIII (Oktober 1998) – Great Britain and Northern Ireland – dengan anggota yang tangguh dan kreatif : Anna, Ebit, Titin, Yayu’, Angga, Ivan, Dendy, Rio. We were simply the best !
Gadis-gadis Pondok Zharfa @Sukawening, yang rela menjadikanku penghuni gelap tetap selama masa-masa kisruh di Djogja (Agustus 2001-Agustus 2002), dan beberapa kesempatan sesudahnya: Bertha, Ega, Niti, Yuni, Eno, Felicia, et cetera. Malena, ... “you can’t make me love you if I don’t, I can’t make my heart feel something that it won’t” (adapted with specific alteration from I Can’t Make You Love Me).

The best year of my ‘kost’ life in Jatinangor: Anak-anak di Kampung Geulis #65 dan #66 (Agustus 2002-Agustus 2003): Nina dan Nana, Mayang, Tyas, Devi, Fitri serta teman-2, and other gereulis; serta Mario & Mariko, Rizki, si rame Romi, et cetera ... , mba’ Isah dan forever young Henry mellow (don’t you ever cry for me, again!). Masa-masa teramai di Jatinangor bersama kalian semua. Pengalaman menjadi kakak sulung di #66, “agak” menyenangkan! ;-p

Sari Dewie: “If you love someone, you say it. You say it out loud or the moment passes you by” (from My Best Friend Wedding).

Melati R.: “I will remember you, will you remember me? Don’t let your love pass you by, weep not for the memories” (Sarah McLachlan, I Will Remember You).

Keramaian selalu ada di Ciumbuleuit 51 ! Terimakasihku pada kalian semua: sejak era berjayanya Ferry, Ronald Moshien, Dicky, Kamil, David S., Cahya, Thomas, hingga masa suksesi kepada keponakanku Rama ‘Boy’, et cetera, hingga Sutomo yang sering dititipi adikku.

Agung dan Edwin, untuk tawaran informasi dan perkenalan dengan rekan-rekan peneliti dari CSIS, Jakarta.

Astrid a.k.a. Dian, yang telah menolong memenuhi satu obsesiku terhadap The English Patient.

Eric W., Wisnu Y., Yuliana Y., dan rekans dari [cinemagsforum]. Kapan kop-dar ?

Iit dan Tri dari Oomunium. Terimakasih karena ingat tema skripsiku dan membantu mencarikan bahan, meskipun justru tidak didapatkan saat benar-benar jalan ke Korea. Thanks for Midnight Children and Best-Loved Winnie the Pooh Stories. Ugoran Prasad-nya akan kuselesaikan segera, janji!

Wien M. dengan semangat yang ga ade matinye’ ! Terimakasih buat pinjaman buku dan kesempatan acquinted dengan Angelina Sondakh. Kapan dong dengan Dian Sastro?

Les liaisons dangereuses : ‘Mumu’ IsMu dan semangat queer culture-nya. Wishing that soon you’ll find that perfect someone.

Para sahabat dan teman serta ‘musuh’ saat melewati masa-masa transisi yang turut membentuk personaku kini: dari Saint Joseph Kindergarten, Cendana Elementary and Junior High: Nadya, Garli, Lidya, Melia, Ade dan Allen, Olina, Auli, Dhani, Shanti, Annisa, Andri, Alvino, Bibing, Andri, Cecilia, Monalisa, Yosephine, Dicky, Derry, Rodney, Yohanes; hingga era St. Mary Senior High: Natalia, Mimi, Sarah, Richard, David, Jaly, Doni, Desy dan Hendry, Edison, Yohanes, Amimi, Lina, Lindawati, Riezka, Sandra, Cecilia, Donna, dan Markus. “Never forget where we’ve coming from, never forget that it’s real” (Take That, Never Forget).

Para penunggu perpustakaan: Jhon, Kadek Lisa dan Tuhu. Muchas gracias buat rame-rame dan ‘pengertian’-nya.

Bang Anton dan Kak Arum, Afid dan Arif, yang selalu ada di Batu Api.

Semua pihak dan sponsor yang telah mendukungku: 87,6 Hard Rock FM, redaksi M2-Movie Monthly, Cinemags, Men’s Health Indonesia, Hai, dan Telkomsel. Thanks a lot for those freebies and goodies!

Sejuta terimakasihku pada orang-orang berikut, yang dengan cara–cara mereka sendiri telah memberikan inspirasi dan semangat dalam hidupku:
Roberto Benigni, untuk mengajarkanku bahwa hidup ini sesungguhnya indah.
Giuseppe Tornatore, yang mengajarkanku bahwa cinta sejati tidak harus memiliki.
Mike White, yang mengingatkanku kembali bahwa keluarga adalah hal yang sangat berharga.
David E. Kelley, yang menyadarkanku bahwa aku tidak pernah sendiri.
Vonda Shepard, that sexy voice of yours, hmmmhh... ;~*
Hayao Miyazaki, yang mengingatkanku tentang nurani dan kemanusiaan.
Cameron Crowe, yang mengajarkan bahwa impian – dengan usaha yang gigih – memang bisa menjadi kenyataan.


To all the lovely creatures : Chester, Lady Deedee (I will always remember the day you went away: September 11, 2001), Tiger, Noni, and the black beauty Rain, the one and only cute puppy I never had.

Kepada semua hati yang pernah terluka oleh diriku dan kepada semua emosi yang pernah tertumpah padaku, satu yang kupinta darimu, agar “... yang buruk dariku, kumohon lautan maaf” (Shanty, Persembahan Dari Hati).

Dan kepada orang-orang lainnya yang tidak muncul namanya di sini, “...yang gak disebut jangan marah !” (Project Pop, Dangdut is the Music of My Country). Berharaplah akan ada ucapan terimakasih berikutnya dalam kesempatan lain yang berbeda. Setidaknya, every once in a while, aku tentu akan ingat pada kalian, meski tidak kusampaikan dengan kata-kata, namun tentunya “...you will find it though, coz words are not enough” (Steps, Words are Not Enough).


Bandung. Desember 2003.

No comments: