Friday, July 25, 2008

Dinda Bakrie or Daughtry? That's The Question.

Dua hari lalu resepsionis kantor mengantarkan sebentuk segi empat kertas karton warna merah ke mejaku.
”Apaan nih?” pikirku yang sedikit merasa terganggu karena sejenak konsentrasi dalam menulis skrip untuk Frida dialihpaksakan untuk benda kecil ini.

Quickview: perhatianku otomatis langsung tertuju pada alamat pengirim dan tulisan INVITATION yang tertera dalam cetak bold. Plus ada logo Sony Ericsson yang membentuk tanda semacam ‘heart’ itu: “I ‘Sony Ericsson logo’ jamming with Daughtry”.

Hasil penelaahan kilat menunjukkan bahwa lembar karton merah ini adalah invitation buat nonton show Daughtry. Wow!
Dari ngeliat alamat pengirimnya yang sebuah publication group, aku langsung tau siapa yang bertanggung-jawab.
(Thanks ya Ruli, semoga kau berbahagia hingga akhir hayat dengan pria ndud-mu ... hehehe ...)

Tanggal acaranya yang tertera: 25 Juli 2008, pukul 18.00 WIB.
Tema acaranya: Sony Ericsson Traffic Jam Street Party.

Langsung kuambil telepon genggamku – which is Nokia, which becomes an irony for the main sponsor, ha! – dan menelpon sang pacar. Secara pacar gitu ya, pasti dia yang ada dalam top of mind kalo buat bersenang-senang.
Plus, minggu sebelumnya saat kita berdua pulang abis nonton The Dark Knight yang mantap gila itu di blitzmegaplex Grand Indonesia, aku sempat bertanya apa dia akan nonton Alicia Keys concert. Terus dia bilang lebih berminat nonton Daughtry. Tapi waktu itu aku masih ga gitu ngeh kalo ternyata show-nya Daughtry itu akan terjadi minggu berikutnya.

Tapi ga sampai 30 detik ngobrol, aku langsung kecewa.
Pacarku ga bisa menemani nonton Daughtry – meskipun dia sempat tereak gembira waktu aku ajukan pertanyaan “How do you like watching Daughtry with me?” – karena dia harus hadir di acara lain.
Acara lain yang glamour dan extravagant yang jadi salah satu hottest rumor ot this past couple of months: The Wedding of The Year (or what Jakarta Social Blog labeled as The Splendid Wedding Plan)
Dia harus datang bukan karena dia kenal keluarga mempelai wanita, tapi justru karena keluarganya kenal dengan keluarga mempelai pria. Jadilah dia harus datang bersama ibu dan bibinya.

Hhmm, aku tahu kalau pacarku memang lahirnya di Singapura, dan pendidikan dasar serta menengahnya juga dilewatkan di negeri singa itu, tapi aku baru tahu kalau keluarganya kenal dengan salah satu keluarga terkaya di negara tetangga – yang oleh Bapak Presiden (then) Habibie once called as “little red dot” – itu.
Ugh, hopefully I don’t sound like ... ehm, well, you know ... gossipy folks ... or even worse, a ‘mountaineering’ (referring to Mira Nair’s Vanity Fair). Which is very untrue in my case.

Anyway, pacarku bertanya apakah Daughtry akan perform malam around 10ish or 11ish. Alasannya, kalau sekitar jam segituan, dia bisa datang after attending that so-called The Wedding of The Year. Yah, meneketehe?! (terj. bebas: how should I know?)

Jadilah seusai perbincangan itu aku kelimpungan nyari temen asik buat nemenin nonton. Yang kira-kira bisa apresiasi musik rock juga.
First name that popped up in mind: Richard. Secara dia akan jadi teman sekantorku bulan depan. Plus dia sangat apresiatif dengan pertunjukan musik. Buktinya, mau keluarin duit jutaan buat nonton Java Jazz tahun ini. Kalo ada yang gratisan, masa sih dia nolak. Eh ga taunya dia lagi kambuh bengekannya. Dengan menangis-nangis bombay gitu terpaksa melepaskan kesempatan ini.

Ya sudah ku-pithcing-in saja tiket ini. Tapi teteup, ke siapa ya?
Ronald is certainly out of question. Bocah manja yang paling males jalan-jalan di luar area jajahannya, Pondok Indah, yang katanya already has everything to offer to satisfy his needs. Mana mau dia main ke area Senayan on Friday evening – unless dijemput. Pakai bajaj, mau?

Pacarku sih menganjurkan untuk ajak William. Tapi sebelum aku bertanya kepadanya, somehow I already know he couldn’t make it. Eh beneran dong. Dia ga bisa. Aku curiga jangan-jangan sebenarnya mau ewes-ewesan sama pacarnya yang penyanyi itu, bukan karena harus menemani Mama di rumah seperti alasan dia.
Mengelebat pikiran iseng: eh kalo seorang penyanyi pas mengalami orgasme, apakah suara desah/teriakannya juga akan terdengar indah dan merdu?

Jadilah kutanya Bradley. Eh itu orang ditelpon jam 11 siang kok ya masih di apartemen aja? Mentang-mentang bos divisi public affairs sebuah rumah produksi raksasa. Asyik bener hidupmu, bro’!
“Eh lo malam ini mo ngapain? Mau jalan sama Tisha atau mau nemenin gue nonton Daughtry nanti malam?”
Respon pertamanya: ”Heh?! Emang lagi ada Daughtry di Jakarta?”
Yaelah! Kalo ga ada, ngapain juga aku ngajakin. Aya-aya wae ni orang.
Setelah menjelaskan duduk perkara agak panjang lebar, akhirnya we made a deal. Sepakat buat nonton bareng but I have to come to his office around 5ish so we can go together. His driver will drop us at the venue. Deal yang sebenarnya rada ngerepotin bagiku, secara kantornya di area Rasuna Said sisi Kedubes Australia yang jam orang pulang kantor berubah jadi neraka kemacetan.

Phew! Untung dapat teman nonton yang kupercaya bakalan bisa dibawa asyik buat seru-seruan (hey, Brad, if you read this, jangan langsung tepuk dada besar kepala dulu!).
Otherwise, these tickets would be definitely wasted. Padahal pas barusan dapat tiket ini, to make sure the schedule – and that I’m not dreaming – aku sampai ngecek situs resmi Daughtry, lho.
Eh yang ketemu under Jakarta’s date malah hysteria, kepanikan, caci-maki - you name it - dari orang-orang yang mengaku fans berat Daughtry yang tidak bisa ngedapetin tiket nonton karena mereka ga mau membeli handphone Sony Ericsson seri Walkman sebagai satu-satunya syarat untuk dapat 2 lembar tiket nonton. Such irony, because I got mine for free. Having friends who have accesses is so much fun, right?

Tapi emang ya, seseru-serunya jalan sama sobat sendiri, lebih seru kalo having fun sama pacar tersayang.

Setuju kan, mai prenz?! (which Bradley would definitely amen-ed loudly to that)

Too bad pacarku harus datang ke resepsi supermewah itu. Otherwise, we’re definitely gonna have F-U-N tonight !!

No comments: