Thursday, September 18, 2008

Menyoal Iman



Ada yang keliru tentang pemahaman agama di negeri ini.

Ketika setiap group musik / band maupun penyanyi-penyanyi solo berlomba-lomba merilis album ataupun melepas single bernuansa Islami saat tiba Ramadhan, lengkap dengan kekerapan intensitas kemunculan di berbagai media sambil mengenakan baju koko dan peci atau baju kurung dan selendang menutupi sebagian kepala, sambil membahas aktivitas ke-‘artis’-annya selama menjalankan ibadah puasa.

Ketika setiap media infotainment saling berlomba membahas group musik / band mana yang merilis album atau single Islami baru setibanya bulan Ramadhan dan band mana yang tidak melakukannya; dan lebih sibuk menyoal band yang sudah berusia relatif lama namun belum pernah sekalipun melepaskan lagu-lagu bernafaskan keagamaan untuk menyambut ketibaan Ramadhan maupun menjelang hari raya Idul Fitri.

Ketika semua stasiun televisi berlomba menayangkan sinetron-sinetron berbingkai religi di jam-jam tayang utama, atau menampilkan pertunjukan komedi slapstick menjelang sahur maupun saat berbuka tiba; dua jenis tayangan yang patut diragukan nilai-nilai agamis dan makna ibadahnya.

Ketika seorang aktor maupun aktris diidolakan berkat perannya sebagai karakter protagonis yang tetap rajin beribadah dan pasrah meskipun bolak-balik dizholimi dengan tata-cara yang semakin lama semakin brutal dan tak masuk akal dalam sinetron yang dibintanginya.

Ketika kelompok organisasi massa tertentu menyerbu tempat-tempat makan di pinggir jalan yang dikelola secara swadaya dan swadana oleh para pengusaha mikro, saat hari masih siang, di bulan Ramadhan, dengan alasan mengajak orang berbuat mungkar.

Ketika kelompok organisasi massa tertentu menganggap hanya agama dengan tata-ibadah yang mereka anut adalah yang paling benar dan paling tinggi, sedangkan penganut agama yang sama dengan tata-ibadah yang berbeda adalah orang-orang keliru yang tak layak di mata Tuhan.

Ketika dengan alasan diprovokasi, anggota-anggota organisasi massa tertentu yang mengusung panji-panji agama beramai-ramai menyerang dan mengeroyok seorang lelaki dari kelompok yang dianggap musuh hingga terluka parah.
Bukankah di bulan suci ini haruslah mampu menahan emosi, dan mereka yang bisa menahan dan menerima cobaan dengan tabah – sebagaimana yang hendak dikotbahkan dalam sinetron-sinetron berbingkai religi itu – adalah mereka yang berhak atas “Kemenangan” ketika saat itu tiba?

Ada yang keliru tentang pemahaman agama di negeri ini ketika tingkat keimanan seseorang diukur hanya dari apa yang tampak dari luar belaka.

No comments: