Monday, September 8, 2008

Where Art Thou, Angela?



Minggu sore kemarin aku dan Dia bertemu untuk makan malam bersama. Pilihan lokasinya adalah salah satu mall di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, karena Dia berencana exercise di gym terlebih dahulu sebelum kami bertemu.
Sebenarnya menurutku agak lucu saja, membakar kalori di pusat kebugaran, dilanjutkan setelahnya dengan makan malam dengan sama sekali mengabaikan perhitungan kalori. Bisa jadi, kalori yang masuk lebih besar daripada yang dibakar beberapa waktu sebelumnya. Ah, tapi Dia tentu sudah sangat tahu dan menyadari hal ini serta tidak membutuhkan aku untuk mengingatkannya.

Malam itu kita memutuskan makan malam dengan menu Italia.
Aku memesan spaghetti dengan saus pesto, sedangkan dia memilih pizza dengan banyak jalapeño serta saus pesto. Sebelumnya kita berbagi salad nicoise bersama, tapi Dia sempat sebal karena hanya ada satu anchovy di dalam salad itu dan aku yang kebetulan mendapatkannya. Tentu saja, Dia tidak sebal padaku, tapi pada tempat makan ini yang ”These guys are sooo cheapo!”, klaimnya.

Seusai santap malam, Dia bilang ingin cari makanan sehat dan mengajakku makan yoghurt di Sour Sally.
Aku tidak suka rasa susu dibasikan ini, dari brand apapun, jadi aku bilang saja, ”No thanks, but of course I will accompany you. It’s just I won’t order anything.”
Sebenarnya Dia sudah tahu ini, tapi dia pantang menyerah mengajakku makan makanan yang aku sama sekali tidak tertarik untuk mencobanya, antara lain sushi dan sasimi. Yang jelas-jelas kutahu, Dia bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah dalam sekali makan di restoran Jepang.

Anyway, jadilah kami masuk ke Sour Sally.
Busyet, penuh banget! Orang-orang sampai membentuk antrian sangat panjang hanya untuk memesan yoghurt. Apa sih keistimewaannya?, batinku. Waktu itu Dia pernah memintaku mencoba mencicipi salah satu Sally’s specialty, dan hueks!, aku tak suka. Jadilah saat itu Dia mengantri sementara aku menikmati suasana ruangan.

Ada beberapa wajah yang cukup familiar sedang menikmati yoghurt-nya Sally. Dari spesies model yang wajah-wajahnya sering terpampang di berbagai majalah mode dan gaya hidup nasional.
Tapi saat itu aku lebih disibukkan dengan pemikiran, kenapa ya orang-orang jadi seperti mengantri sembako hanya untuk mendapatkan seporsi yoghurt? Lalu aku mencoba mengabadikan antrian tersebut dengan kamera telepon genggamku.
Dekorasi toko ini quite nice, didominasi warna putih dan hijau muda, memberikan kesan cerah dan bersemangat. Kalau saja tercium bau karbol di udara, aku pasti berpikir sedang berada di salah satu sudut di sebuah rumah sakit bertaraf internasional. Dindingnya yang sengaja dibuat beraksen tembok batu-bata yang tidak diplester cukup unik, termasuk deretan kata yang huruf-hurufnya ditempelkan timbul di tembok, jadi aksen menarik untuk desain interior sebuah toko di mall.
Desain karakter Sally yang berkepala seperti kentang gepeng juga sebenarnya cukup lucu dan menarik. Iseng kuraih salah satu selebaran dengan gambar Sally di counter, ternyata di baliknya terdapat kuesioner untuk feedback bagi para konsumer. Tak ada kerjaan, kuisi saja kuesioner itu buat mencari kesibukan sembari menunggu antrian yang mengingsut seperti siput. Toh, Dia masih di tengah-tengah antrian.

Selesai mengisi kuesioner baru kuperhatikan ternyata Sour Sally ini dibawa masuk ke Indonesia oleh group Mitra Adi Perkasa juga. Wow! Bisa jadi Sour Sally ini akan menjadi salah satu kisah sukses lagi bagi food and beverage franchise yang dikelola oleh MAP setelah Starbucks, Cold Stone Creamery, dan tentu saja, Burger King.

Kulihat Dia sudah akan mendapatkan giliran memesan, jadi kusiapkan lagi kamera telepon genggamku untuk merekam momen-momen ketika Dia sedang asyik memilih pesanan yoghurt-nya.
Saat sedang asyik memotret, kulihat gadis muda ini sedang memperhatikan keasyikanku memotret ke arah dirinya. Tapi aku tidak terlalu memperdulikannya, sampai beberapa detik kemudian kudengar dia dengan nada ketus berkata pada temannya, ”Yuk kita nungguin di luar aja. Males gue di sini.”
Dengan ekor mataku kulihat cewek itu menarik tangan temannya dan mereka bergegas keluar ruangan. Sempat tercetus dalam pikiranku, jangan-jangan cewek itu mengira aku sedang memotret dia diam-diam, lantas jadi bete atau marah (kenapa ya??) pada ketidaksopananku (ah, masa sih??) dan bergegas berlalu.
Karena merasa tidak melakukan hal apapun yang salah, aku sih tidak terlalu memedulikannya.
Lalu Dia yang sudah selesai bertransaksi menghampiriku, ”Hey, what’s up?” tanyanya. "Nothing,” jawabku.
Lalu kami menempati salah satu meja sambil menunggu yoghurt pesanan Dia selesai dibuat.

Tak lama kemudian salah satu pelayan di balik pick-up counter berteriak, ”Angela!” Jadi makin mirip suasana di apotik saat menebus obat, pikirku. Untung tidak ada bau karbol.
Lalu si pelayan berteriak lagi memanggil nama itu. Masih tidak ada yang menyahut.
Setelah panggilan keempat atau kelima, dengan heran si pelayan bertanya pada temannya, ”Ini yang mesan kemana?” Temannya yang sedang sibuk dengan cash register machine, menjawab dengan sambil lalu, ”Ga tau. Lagi keluar sebentar kali?”

Lalu nama Dia dipanggil. Kami melanjutkan obrolan sambil Dia menyantap yoghurt-nya yang tandas ludes dalam sekejap, barangkali hanya dalam waktu kurang dari 5 menit.
Saat kami beranjak meninggalkan Sour Sally, sempat kuperhatikan antrian pelanggan masih sepanjang seperti saat kami baru tiba tadi.
Lalu mataku tertuju pada pick-up counter dan kulihat satu papercup berisi yoghurt yang terlihat seperti sudah mulai mencair karena sudah terbiarkan cukup lama di udara terbuka.

Pasti punya cewek tadi, terdengar bisikan di dalam kepalaku. Dan karena dia merasa kau memotret dirinya tanpa izin maka dia memutuskan untuk pergi sebagai bentuk protes ketidaksukaan atas tindakanmu, demikian lanjut bisikan itu.
Hah? This doesn’t make any sense aja.

Orang-orang di Jakarta ini memang aneh-aneh, kadang tingkahnya sejuta dan yakin benar sendiri tanpa alasan logis yang jelas.
Well, in this case, let her be. By not picking up her order, that means it was her loss. Sudah bayar ini. Tapi heran saja, kok bisa ya dia pergi menghilang tanpa mengambil yoghurt-nya?

Sally must’ve been wondered ever since, where Angela went that evening after paying her order, leaving her yoghurt turned sourer on the pick up counter.


3 comments:

Anonymous said...

hi there... Saya baru baca blog kamu, cuma mau klarifikasi aja... Sour Sally Frozen Yogurt adalah brand asli Indonesia yang bukan di franchise dari luar negeri. Untuk pemilik sendiri bukan oleh PT. Mitra Adi perkasa melainkan dikelolau oleh perusahaan sendiri yaitu PT. Berjaya Sally Ceria. Thank you.

Rgds,
Public Relations
Sour Sally U.S Premium Non-Fat Frozen Yogurt

markoromanek said...

Well, soal MAP itu kan nemunya dari materi promosi di Sour Sally Senayan City yang memajang logo MAP. Dan dari hasil browsing2, infonya menyebutkan bahwa Sour Sally adalah "U.S. Premium Frozen Yogurt", seperti yang bisa ditemukan di laman Facebook DAN dalam signature Anda. Menurut saya, ini artinya Sour Sally bukan brand asli Indonesia dong? But thanks anyway buat infonya. It's noted.

Goth80s said...

Dimana2 yg namanya Yogurt memang bukan makanan Asli Indonesia, tapi merek memang bisa didaftar sama pengusaha2/perusahaan2 Indonesia, wong kebudayaan itu milik segala bangsa.. sama aja seperti merek2 batik Thailand/Malaysia/Singapura yg didaftarkan sama pengusaha2/perusahaan2 di masing2 negara.. Sour Sally setau gue sih memang dipatenkan asli Indonesia, meskipun produknya dibilang asli U.S.