Showing posts with label good readings. Show all posts
Showing posts with label good readings. Show all posts

Monday, June 1, 2009

This Summer's Good Reader


It’s June already!
Don’t you think its quite funny how time flies?

I woke up lazily this morning, June 1st, and clicked on the TV to find a talkshow segment in tvone about the Pussycat Dolls concert in Jakarta, scheduled for tomorrow night. These sexy cats and dolls arrived last night straight from Down Under. Even though I won’t watch PCD live on stage, somehow watching them smile and all to the cameras made me feel a bit relaxed and strangely relieved. So I guess Indonesia is now officially out and off of the travel warning list by the U.S. of A.!

On the sidelines, June also marks the beginning of the sunny months. It’s summer, people! Welcome the warm and more often than not, hot days!

Summer is also the time to attach myself with one of my favorite activity: reading of as many books as possible, before the monsoon begins and then it’s much more tempting to sleep under my thick blanket than reading any (good) books.

I’ve already finished my first novel of this summer; it’s “The Catcher in The Rye” by J.D. Salinger. I believe you know what it was all about, so I’d rather not say anything. Looking at my short bookshelf this morning that is now over-occupied by too many books, somehow I really get excited about months to come.

I plan to finish “More About Nothing” by Wimar Witoelar tonight. He’s my best friend’s father in law. I saw in his Facebook profile this morning that he’s going to be a guest at Pagi Jakarta next Thursday. Mark the calendar. I’m curious whether he can beat Erwin Parengkuan again this time at his own show, just like the last one when they talked about Citizen Journalism.

There are also some children’s books I just bought from a sale in Grand Indonesia yesterday; ranging from “Spring-Heeled Jack” by Philip Pullman, to some Astrid Lindgren’s. These books are going to be my summer reads, obviously. Summers are intended for pop and leisure and fun, aren’t they?

What about you, friends? What books are going to be on your bedside table? How about in your beach bag? And what about the one(s) you’re going to bring with you on vacation? How many books do you think you can finish before the monsoon begin?

Let’s challenge ourselves! Be one of this summer’s avid book readers!



Friday, January 2, 2009

Beli-beli & Baca-baca



Lebih dari satu dekade lalu, seorang Menteri Pendidikan di era Orde Baru pernah menolak mentah-mentah permintaan dari banyak penerbit, agar pajak atas kertas diturunkan atau kalau perlu dihapuskan saja, sehingga tidak memberatkan para penerbit dan bisnis percetakan.
Diharapkan, dengan diturunkannya pajak kertas, akan berdampak pada kebangkitan kembali bisnis perbukuan (dan majalah serta perkoranan, pokoknya media cetak lah) yang telah lama lesu akibat harga kertas yang tinggi. Dengan berkurang/dihapuskannya pajak kertas, otomatis akan berpengaruh pada turunnya harga buku-buku (bermutu) dan berbagai media cetak lainnya, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan untuk meningkatkan minat baca bangsa ini, yang tentunya berimplikasi pada upaya-upaya mencerdaskan bangsa. Langkah ini sesuai dengan amanat yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Masih kuingat kala itu, sempat aku kaget saat membaca respon Bapak Menteri yang terhormat atas pertanyaan wartawan terkait permintaan penurunan pajak kertas. Beliau malah menganalogikan buku dengan kaset (jaman itu CD lagu masih mahal banget, dan lagu-lagu format .mp3 masih berupa mimpi masa depan yang bahkan banyak orang tak bisa membayangkan), bahwa orang-orang yang suka musik dan menggemari artis tertentu, semahal apapun albumnya tetap akan dibeli. Jadi dengan pe-de-nya si Bapak Menteri meminta orang-orang maklum dan nrimo saja harga kertas (dan buku serta majalah) yang tinggi itu.
Perhaps, in other words, secara ekstrem ini sama saja dengan mengatakan kepada orang banyak, “Jangan bawel deh elo-elo semua, beli aja kalo emang pengen baca buku! Kalo emang ga sanggup beli, ya jangan berisik!” (minta ditonjok nih kayanya).

Melompat kita ke masa kini, sekitar belasan tahun berlalu sejak Bapak itu tidak lagi menjadi seorang Menteri Kabinet Pembangunan. Aku sudah tidak mengikuti lagi kabar soal pajak-pajakan, jadi tidak tau persis apakah harga kertas sudah benar-benar turun signifikan atau tidak.
Yang jelas, belakangan ini, setidaknya berdasarkan pengamatan sudut pandang seorang awam, dunia penerbitan dan perbukuan di negeriku ini sudah mengalami peningkatan positif. Semakin banyak orang yang gemar membaca, meskipun tentu saja, kondisinya masih bisa lebih baik lagi daripada yang sekarang.
Ada banyak buku, baik yang isinya serius maupun tidak, yang mengalami cetak ulang hingga puluhan kali dan terjual ratusan ribu bahkan jutaan kopi, dan bahkan begitu populernya sampai-sampai diangkat ke layar lebar, dan mencetak rekor fantastis untuk jumlah penonton film nasional (semua pasti tahu, film “Ayat-Ayat Cinta” dan “Laskar Pelangi” yang sukses bikin Bapak Presiden SBY dan Wapres JK menangis).
Yang lebih menggembirakan lagi, aktivitas membaca buku bermutu mulai mendapatkan porsi yang relatif lebih besar di media televisi, seperti yang bisa kita lihat dalam program Kick Andy di Metro TV.

Tapi sebenarnya, betul sudah semakin baikkah tingkat minat baca bangsa kita? Bagi mereka yang hadir di Pesta Diskon Gramedia untuk menandai pembukaan Toko Buku Gramedia terbesar di Indonesia, yang berlokasi di West Mall Grand Indonesia, jawabannya sudah pasti: YA.
Sebagai gambaran, dapat kuceritakan apa yang kualami sendiri pada saat aku mencoba mencari Kamus Indonesia-Inggris kondang karya John Echols dan Hassan Shadilly, pada hari Sabtu tanggal 20 Desember.
Suasana hari itu sudah seperti lautan manusia yang nyaris chaos! Bisa jadi dalam satu kurun waktu tertentu saat itu, ada ratusan orang berjubel di kedua lantai toko tersebut. Semua berdesak-desakan, bolak-balik aku harus menyenggol dan menyikut orang lain saat melewati tumpukan ataupun rak buku tertentu. Belum lagi anak-anak kecil yang kehilangan orang-tuanya, maupun ibu-ibu yang berteriak-teriak memanggil-manggil nama anaknya yang hilang dari pandangan (tertutup padatnya manusia). Dan penyejuk ruangan di Grand Indonesia yang biasanya dingin menggigit, saat itu sama sekali tidak terasa saking berjubelnya pengunjung. Hanya setengah jam lebih sedikit aku menghabiskan waktu di dalam toko, tapi ketika keluar, sudah dalam kondisi lecek seperti habis keluar-masuk pasar tradisional. Tentu saja, minus lumpur dan becek dan bau amis ikan dan daging.
Menurut dugaan kasarku saja, setidaknya dalam satu hari ketika aku berkunjung itu saja, transaksi pembelian yang dicatatkan Gramedia Grand Indonesia mencapai ratusan juta rupiah. Dan ini adalah angka perkiraan yang pesimistis.
Jadi ternyata, bukan hanya tingkat minat baca orang-orang Indonesia saja yang meningkat, melainkan juga daya belinya, khususnya untuk memenuhi kebutuhan non-primer. Ini sungguh merupakan sebuah kabar baik bagi semua pihak, bukan?




Friday, September 5, 2008

The Strangest Christmas Present Ever



“Have you read that book I gave you as Christmas present?”

He suddenly popped up in a Messenger window that afternoon and asked me that question.

Having procrastinating since that morning, I very much welcomed this chance to busy myself.
My hands hurriedly typed answer:
“Nope. Haven’t even started yet. Am quite busy these days.” An easy automatic lie.
“Besides, I’m still on the first chapters of Midnight Children. Which I think is far more interesting.”
I knew exactly this excuse would hurt his feeling a bit, knowing how sensitive he is.

“Oh, okay.”
“But, tell me, why? Don’t you like that book?”
It was so him. Stubborn and tends to keep on insisting others to do things like the way he told them to do. Probably because of his upbringing as the last kid in his family.

“It’s not like that. It’s just that I already started reading Midnight Children before you gave me that Persian novel.”
My fingers just couldn’t stop typing letters. “Oh and furthermore ...” Then I stopped.

I was curious.
What if I told him that I found it very silly to give someone a novel – written by some author who was hardly familiar in literary world – which story was set in the earliest stage of Iran’s Islamic revolution, as a CHRISTMAS present?
Would he be mad at me?

Hmm, I didn’t think so.

“Yes? What’re you’re trying to say?”

Oh, be careful in responding this tricky situation, my mind warned me. Otherwise, he’d keep on asking you whether you already read that novel or not for these coming months. Each and everytime he sees you online in Messenger.

“Furthermore, I have these books which I already bought years before and until today still sit in my bookshelf, in their original wrapping.”
“I think it’s fair enough if I finished them all first, and then read yours.” Another lie.

I don’t know whether these books have feelings and care which one amongst them would get the chance to be read first. I just hoped he’d buy this rationale.

“Oh, ok. I see.”
“Just let me know when you finally read it, and whether you like it or not. Will you?”

Hah?! I couldn’t believe it! He trusted that answer. Thankfully, so I could stop lying to him, at least for that moment.

“Of course. I will.” This was, of course, not a lie.

* * *

What you’ve just read was a reenactment of a chat that happened one afternoon, almost three years ago.

And from that said afternoon until this very moment, I bought dozens other titles. Most of them are, obviously, fictions, and was written by European or American author. I did make some exceptions, though.
They are Marjane Satrapi’s Persepolis and Embroideries, some kind of semi-autobiographies that dealt mostly with women’s rights, (Western/liberal) democracy vs. sharia/Islamic rules, and Iran vs. the rest of the world; Arundhati Roy’s first and only novel, The Gods of Small Things that shocked me with it’s brutal honesty; also Khaled Hosseini’s The Kite Runner which touched my soft spots.

Because honestly, before these, I never really had the slightest interest in reading stories about Persian and Arab countries. They’re just not written for me. (Note: Roy, as I believe you all know, is an Indian author).

As for now, if you’re still curious what I have done to that strangest Christmas present ever, well, it is now buried deep behind other thick novels in my bookshelves, its pages became yellowish and dusty. Perhaps I should just pass it on to others years ago, as a gift. Don’t you think?

Wednesday, September 3, 2008

Gatsby de la crème



Memasuki bulan September ini, berhubung adalah juga bulan Ramadhan di mana mayoritas penduduk negeri ini sedang menunaikan ibadah puasa, berkaitan langsung dengan ritme pekerjaan yang lazimnya cenderung menurun. Oleh karena itu terbukalah peluang luas untuk kembali melakukan hobiku yang sudah lama terabaikan, yaitu membaca buku (berkualitas).

Itu artinya, program One Book One Month –ku mudah-mudahan bisa berlanjut setelah sempat vakum beberapa bulan belakangan ini akibat kesibukan pekerjaan yang sangat menyita konsentrasi, waktu dan energi. Mengenai program O.B.O.M. itu akan kujelaskan kemudian dalam tulisan lain (mudah-mudahan ingat dan sempat).

Kebetulan sekali momen sekarang ini cukup pas, dikarenakan pada akhir pekan kemarin ketika dibingungkan oleh keperluan mencari-cari hadiah ulang-tahun apa yang paling cocok untuk Lindsay – yang jelas ga bakalan aku berani memberikan pakaian maupun aksesoris padanya, si ratu belanja itu, yang jangan-jangan sudah memiliki segala model yang ada di Zara maupun Mango untuk memenuh-menuhi lemari pakaiannya – secara kebetulan sekali kutemukan sebuah buku dari koleksi klasik Wordsworth. Cerita lebih lengkapnya adalah sebagai berikut.

Kuingat saat itu akhirnya kuputuskan untuk lebih baik “bermain aman” dalam tantangan kali ini. Either belikan Lindsay kado berupa CD atau buku. Tidak akan semahal produk-produk fashion tapi bisa lebih bersifat last longer. Lalu kuingat bahwa dia sudah beli CD Leona Lewis dua hari sebelumnya, itu juga gara-gara aku menolak membelikan untuknya. Setelah itu dia ga pernah menyebutkan artis penyanyi siapa lagi yang dia lagi ingin. Album terbaru Jason Mraz bisa jadi pilihan, tapi jangan-jangan dia sudah beli duluan?

Akhirnya meskipun masih diliputi ketidakpastian, kulangkahkan kaki memasuki Kinokuniya. Sepertinya buku, lebih tepatnya novel fiksi, adalah pilihan yang paling aman dan tepat. Demikian pikirku. It can never go wrong, kalau sudah tahu karakter bakal calon penerima hadiah.

Pertama-tama dan tentu saja yang kulihat adalah buku-buku pajangan di Best Seller section. Ah, ada The Last Lecture ! Seharusnya menarik, tapi aku tak terlalu yakin. Jangan-jangan Lindsay akan menganggap aku sedang menyindir dia dengan hadiah buku ini, berhubung belakangan ini dia cukup sering mengeluhkan pekerjaannya. Sebaiknya bukan buku ini yang kupilih. Tapi beberapa pilihan lain di section ini, aku tak yakin dia akan begitu antusias ketika mendapatkannya.
Lalu kuputuskan untuk mencoba peruntunganku di bagian literature. Barangkali hampir setengah jam waktu yang kuhabiskan untuk memeriksa seluruh isi rak, sampai leherku terasa sedikit pegal karena harus memiring-miringkan leher naik-turun untuk bisa membaca semua judul buku yang ada. Setelah mengalami kebingungan cukup lama, akhirnya kuputuskan untuk memberikan koleksi the complete and unabridged novels of Jane Austen.

Sampul muka buku dengan ketebalan hampir sepuluh sentimeter ini sama sekali tidak menarik, tapi faktor terpenting dari sebuah buku kan sebenarnya adalah isi buku itu sendiri. Apabila kemudian Lindsay bertanya mengapa buku ini yang kupilihkan untuknya, sudah kusiapkan sebuah jawaban pamungkas yang melibatkan tiga nama wanita-wanita cantik: Keira Knightley, Gwyneth Paltrow dan Dominique Diyose. Keira membintangi versi adaptasi layar lebar Pride and Prejudice, Gwyneth membintangi Emma, dan Dominique senang membaca novel-novel Jane Austen di sela-sela show.
Mudah-mudahan alasan ini akan cukup memuaskan baginya.

Setelah menetapkan pilihan pada Jane Austen, dengan perasaan sedikit lega akupun memutuskan untuk beranjak pergi. Tapi kemudian mataku tertumbuk pada koleksi literature klasik Wordsworth. Ada beberapa judul yang aku sudah punya atau sudah baca, seperti karya-karyanya Charles Dickens dan H.G. Wells dan Jules Verne, tapi ada juga yang aku bahkan tidak memiliki any faintest idea of what the whole story was all about. Salah satunya adalah novel yang kemudian kubeli bersamaan dengan novel Jane Austen itu, The Great Gatsby yang ditulis oleh F. Scott Fitzgerald.

Jika ingatanku tidak mengelabui, sepertinya among my brother and sisters, hanya aku sendiri yang belum pernah membaca buku ini. Ibuku yang tidak terlalu lancar berbahasa Inggris bahkan sudah menonton versi adaptasi filmnya. Kuambil novel tersebut dari rak tempat ia dipajang untuk melihat harganya. Ah! Sungguh sebuah kebetulan yang menyenangkan, karena harganya lebih murah daripada seporsi Frappucino. Bertambah satu alasan untuk membeli novel ini.

Kubalik untuk membaca sinopsis cerita di sampul belakang, hhmm ... Sepertinya bercerita tentang kehidupan para sosialita di New York. Menarik, mungkin bisa dibandingkan dengan kehidupan para pemuda dan pemudi di serial Gossip Girl.
Tapi alasan paling kuat untuk membaca buku ini justru karena jumlah halamannya yang terbilang tipis, hanya sekitar 120 halaman sejak bab pertama hingga penutup ! Dengan perhitungan kasar dan kira-kira, bisa jadi maksimal hanya butuh satu bulan untuk menyelesaikan membaca buku ini. Tidak menyita waktu, tidak membutuhkan ekstra energi maupun konsentrasi, dan karena tipis dan berukuran kecil membuatnya sangat praktis untuk dibawa-bawa. Jadi tidak ada lagi alasan yang mungkin membuatku urung membelinya. Akhirnya dengan ketetapan hati dan kebulatan tekad, akupun melangkahkan kaki menuju kasir untuk membayar kedua novel ini.

Rencananya, novel Jane Austen akan kuberikan nanti ketika bertemu Lindsay akhir pekan ini, karena kami biasanya bertemu selama beberapa jam setidaknya satu kali dalam sebulan. Sedangkan kisah Gatsby yang luar biasa hebat ini, mungkin akan mulai kubaca besok. Malam ini aku ingin mencoba sekali lagi mencari tahu sampai seberapa jauh aku sanggup menghadapi kedua pembunuh berdarah dingin dalam In Cold Blood.

Semoga saja, kisah tentang Gatsby yang hebat ini bisa memuaskan kebutuhanku akan cita rasa istimewa yang hanya bisa dipuaskan oleh bacaan-bacaan bermutu.


Wednesday, June 25, 2008

A Little Extra Attention is Very O.K. !

Menjelang ulang-tahunku yang ke … - hmm, sebaiknya tidak perlu disebutkan di sini biar tetap (berkesan sok) misterius – di awal tahun ini, beberapa orang menyempatkan diri untuk bertanya apa yang kuinginkan sebagai hadiah.

Secara bercanda kukatakan bahwa sayang sekali aku bukanlah anggota keluarga kerajaan Inggris Raya, karena kalau iya, aku tentu akan memberikan mereka daftar hadiah-hadiah yang diinginkan untuk merayakan ulang-tahunku, sort of my wishlist.
Waktu didesak lebih lanjut, kukatakan pada mereka bahwa aku menerima hadiah apa saja. Seikhlas orang yang mau memberi.

Kecuali pada R. Waktu dia menelpon untuk bertanya hadiah ulang tahun macam apa yang kuinginkan kali ini, secara jujur terbuka dan apa adanya kuceritakan padanya bahwa waktu lagi mengantarkan teman-teman perempuan berburu baju-baju murah meriah di ITC beberapa waktu lalu, aku sempat melihat boneka beruang lucu. Bentuknya sangat sederhana dan dibuat dari bahan kain berwarna coklat susu, dengan motif daun dan bunga yang seakan memberikan aksen pada kulitnya. Tangan dan kakinya bisa digerakkan 360° karena dihubungkan ke tubuh boneka dengan semacam engsel yang dibuat dari benda yang mirip potongan batok kelapa berukuran sebesar koin 100 rupiah lama. Untuk boneka beruang berukuran sedang, harganya hanya 80 ribu perak dan itupun kemungkinan besar masih bisa ditawar.
Waktu itu meskipun kepengen banget, tapi aku malu membelinya untuk diri sendiri. Sebab perempuan-perempuan itu pastinya akan bertanya-tanya untuk siapa boneka beruang lucu itu kubelikan. Karena mereka tahu saat itu aku sedang tidak berhubungan asmara dengan siapapun yang rasanya pantas diberi hadiah selucu dan menggemaskan itu.
Jadilah hanya kepada R aku mengadu. Loh, kok kedengarannya jadi seperti lirik lagu cengeng ya? Anyway, dia berjanji akan mencoba melakukan apapun yang dia bisa. Maklumlah, dia kan tidak tinggal di negara ini.

Haha! Aku pasti terdengar sangat konyol ya, menceritakan hal sesepele itu kepada orang lain.
Sebenarnya aku pengennya ada orang yang begitu baiknya kepadaku lalu memberikan hadiah laptop canggih dan keren, serta harus enteng sehingga bisa gampang masuk tas dan dibawa kemana-mana. Seperti yang diterima Sarah Sechan sebagai hadiah ulang-tahun. Tapi itu tentu tidak bisa dicontoh apalagi diharapkan. Soalnya yang memberikan hadiah itu kepadanya adalah ... suaminya sendiri! Hehehe ...

Lalu seorang kolega bertanya, hadiah macam apa yang kumau untuk ulang-tahunku kali ini. Mungkin dia masih merasa tidak enak karena beberapa waktu sebelumnya aku memberikan hadiah buku ensiklopedi untuk anaknya yang masih kecil. Harganya sih memang beberapa ratus ribu. Waktu itu kupikir harga hadiah dariku barangkali tidak akan semahal hadiah dari orang-orang lain. Sampai waktu acara ulang tahun si bocah, ternyata ... well. Ya gitu deh.
Bukannya mau sombong sih di sini, dan memang tidak pada tempatnya juga mengungkit-ungkit harga hadiah yang kita berikan untuk orang lain. Itu tidak pada tempatnya, dan artinya ga ikhlas juga memberi. Setidaknya itulah pendapatku pribadi.
Kembali ke cerita, akhirnya si ibu ini bercerita, sehari sebelumnya saat dia sedang berada di aksara Kemang, dia teringat untuk membelikan hadiah buku untukku. Biar lebih gampang aja, katanya. Namun kemudian saat keluar toko, ternyata dia batal membeli apapun.
Karena saat melihat deretan rak penuh berisi buku, dia malah jadi bingung sendiri dan takut malah membelikan buku yang aku tidak suka atau malah sudah punya atau sudah baca.
Lalu kukatakan padanya, harusnya lihat dari account goodreads-ku saja. Di situ aku membuat satu shelf – istilah mereka untuk pengklasifikasian buku sesuka hati menurut selera si pemilik akun – khusus berjudul ”wishlist”.




Tinggal buka section itu dan, voila! Terbukalah di hadapannya alternatif hadiah yang kuinginkan. tinggal pilih apa judulnya. Karena memang semuanya buku.
Tapi tentu saja buat kolegaku ini, usulanku itu sama sekali tidak praktis.
Lantas yang dilakukannya adalah menggratiskan celana panjang khaki yang tempo hari dia jahitkan untukku. Lumayan banget, secara waktu itu dia bilang harganya, termasuk bahan, kurang-lebih 175 ribu. Padahal itu celana sudah jadi dan kupakai sejak sekitar 3 bulan sebelumnya. Aku sih hepi-hepi saja diberi celana panjang gratis dan bagus pula. Ha! Ha! Orang yang ga mau rugi banget ya.

Tapi sebenarnya untuk yang beginian aku paling sering merasa parno sendiri. Seringkali merasa ga enakan. Dan takut kalau sampai dicap matre gara-gara pengennya dapat hadiah-hadiah mahal.
Padahal, kenyataannya aku paling jarang menilai hadiah dari price tag nya. Hampir selalu memberikan perhatian lebih besar pada keunikan dan manfaat hadiah tersebut. Serta niat yang memberi. Semakin tulus dan tanpa dikaitkan dengan maksud-maksud terselubung, semakin baik. Karena siapa sih orang yang tidak senang mendapatkan perhatian dari orang lain?
Seperti hadiah tote bag bergambar spaniard dari Indra yang dibelinya di Bangkok. Dia cuma bilang harganya murah tanpa menjadi lebih spesifik. Dan kuingat waktu itu dia agak malu dan sedikit ragu pas memberikannya. Barangkali dia pikir aku akan kecewa diberi oleh-oleh seperti itu. Tapi dia salah besar, karena aku suka. Simpel dan unik. Just like me. *wink!*

Wednesday, March 26, 2008

Enjoying Simple Things in Life


| Fashionably women in short skirts with beautiful long legs wearing high heels |

| Natural reddish or pinkish wet look smiling lips |

| Sitting on a cozy sofa in a homey café drinking cappuccino eating almond brownies and listening to chilling music while reading a mind-absorbing novel |

| Big warm bear-hugs (the one you feel hard to let go) |

| Anyone singing I Can't Make You Love Me in full emotions from deep inside the heart |

| Everything related to Spongebob Squarepants and his friends |

| Sophie Muller's directed music-videos of Maroon 5 She Will Be Loved and Coldplay Fix You |

| Super-discounted good quality enjoyable readings |

| Classic-style postman bags or other vintage looking sling bags |

| Chocolate, dark chocolate, and more darker chocolate |

Tuesday, November 13, 2007

This Guy is ...

pretty much occupied with these ...





Widget_logo