Tuesday, October 7, 2008

Untukmu, Bayu


Mudik sudah menjadi semacam tradisi yang sangat identik dengan perayaan Idul Fitri di negara ini. Dan setiap tahunnya, saat jelang pekan-pekan terakhir bulan Ramadhan, minggu Eid-al-Fitr hingga kurang-lebih tujuh hari setelahnya, semua stasiun televisi nasional seakan saling berlomba memberikan laporan terbaru dan terkini berkaitan dengan pergerakan massal arus manusia musiman ini.

Sama seperti tengah malam ini, ketika Selasa tanggal tujuh Oktober belum lagi berusia tigapuluh menit. Aku belum lagi terlelap, dan memang disengaja, karena baru saja menghabiskan sepotong muffin rasa coklat. Selain karena ingin memberikan sedikit waktu ekstra bagi pencernaanku untuk bekerja menyesuaikan diri dengan asupan kalori sebanyak itu di waktu yang tidak biasa, adalah juga karena ingin menyaksikan siaran berita. Biasanya tengah malam begini adalah jam-jamnya beberapa stasiun televisi menyiarkan kabar dan peristiwa terkini. Belakangan ini aku memang selalu berusaha agar jangan sampai ketinggalan informasi terkait negeri carut-marut bernama Indonesia ini, meskipun seringkali menonton siaran berita kulakukan sembari mengerjakan aktivitas lainnya (multitasking), mulai dari menggunting kuku sampai membaca buku.

Dan sebagaimana program-program berita yang dipancarteruskan sejak beberapa minggu lalu, malam ini juga ada satu segmen khusus liputan tentang hal-ihwal arus mudik. Salah satu laporannya ketika itu membuatku menghentikan aktivitas menyimak bagian prolog sebuah memoir.

Terpampang penuh di layar kaca, seorang anak lelaki yang tengah menangis sesenggukan, wajahnya di-shoot full close-up. Oleh sang narrator, dikabarkan ke pemirsa bahwa si bocah lelaki bernama Bayu Pramana ini tak bisa berhenti menangis melihat kedua orang-tuanya sudah tergeletak bersimbah darah tak lagi bernyawa di tepi jalan, tepatnya di daerah Jembrana, Bali. Tragisnya, pasangan suami-istri itu tewas di depan mata anak mereka sendiri, dalam perjalanan mereka bertiga kembali ke rumah dari mudik di Banyuwangi.

Saat melintasi jalan raya Gilimanuk-Denpasar, sepeda motor yang dikemudikan oleh si ayah tak sengaja menabrak bagian jalan yang tidak rata, yang kemudian mengakibatkan ia dan istrinya terjatuh ke jalan, sedangkan anaknya Bayu terpental ke rerumputan di pinggir jalan. Malang tak dapat ditolak, maut langsung menyambar nyawa ayah dan ibu Bayu ketika sebuah bis antarkota – yang hingga berita ditayangkan oleh redaksi Kabar Malam tvone belum berhasil diidentifikasikan – yang tengah melaju kencang persis di belakang sepeda motor keluarga tersebut, tak sempat menghindar dan langsung melindas pasangan suami istri tersebut hingga tewas seketika. Si sopir bis segera melarikan diri meninggalkan pasangan tersebut, dan anak mereka, Bayu Pramana yang baru berusia 10 tahun, menangis histeris melihat nasib tragis yang menimpa kedua orangtuanya.

Bisa kubayangkan betapa shock-nya Bayu, melihat dengan mata kepalanya sendiri kedua orang-tuanya meninggal dengan cara yang sedemikian mengerikan. Mungkin di tengah kekalutan pikiran dan perasaannya saat itu, bisa jadi Bayu masih belum memikirkan perubahan drastis dalam hidupnya. Bahwa sejak detik terjadinya kecelakaan itu, dia menjadi sebatang kara di dunia. Yatim piatu. Dan yang lebih menyakitkan lagi, almarhumah ibunya ketika meninggal tengah hamil anak kedua, calon adik Bayu. Libur Lebaran si bocah yang dimulai dengan manis, terpaksa berakhir sedemikian tragis dengan cara paling buruk yang mungkin terjadi, dengan sebuah tragedi yang akan terus dibawa di dalam ingatannya dan meninggalkan jejak trauma di jiwanya.

Untukmu, Bayu Pramana, bocah kecil yang baru berusia sepuluh warsa, yang nasibnya berubah secara tragis pada hari Senin siang tanggal enam Oktober, semoga kamu diberi kekuatan dan ketabahan hati. Akan kupanjatkan doa untukmu malam ini.

1 comment:

Ine Pechler said...

Saya juga melihat tayangan TV tersebut. Hati saya begitu miris.
Saya salut untuk Anda dengan mengupas peristiwa ini.

Apakah ada lembaga pemerhati anak yang tergugah hatinya untuk memberikan dukungan bagi Bayu? Tentunya dia perlu bantuan baik dari segi moril (untuk recovery jiwanya) dan materill (untuk kelanjutan hidup & sekolah).

Semoga Bayu mendapatkan ketenangan dan hidup yang lebih baik lagi.